Kado Untuk 이제노

948 245 37
                                    

Bab ini didedikasikan untuk ulang tahun Lee Jeno (이제노)

━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺

"Kamu bisa masak memangnya, Na?"

Naraya dan Nadi tengah berada di dapur rumah Nadi. Mereka baru saja tiba dari pasar untuk berbelanja bahan-bahan membuat kue. Karena hari ini adalah hari ulang tahun Leo Jeno Sagara.

"Jangan raguin kemampuanku lho! Kalo nyipicin, pasti ketagihan." Karena pada dasarnya Nadi sangat menyukai kegiatan masak-memasak (apalagi makan-makan) maka dengan senang hati ia menyiapkan kue ulang tahun untuk sahabatnya itu.

Apalagi kali ini ada yang menemani
Perempuan itu.

Naraya banyak membantu Nadi. Oh tidak, lebih tepatnya, banyak belajar dari Nadi. Nadi yang mengajarkan, Naraya yang mempraktikkan. Ada hal baru yang Naraya tahu tentang laki-laki murah senyum itu. Nadi benar-benar sangat teliti dan mendetail perihal masak-memasak. Ia juga begitu lihai mendikte bahan-bahan kue pada Naraya. Tanpa melihat resep mana pun.

Nadi juga sangat serius ketika sedang memasak. Memang pada dasarnya orang tampan akan terlihat istimewa dengan balutan apa pun. Seperti sekarang ini, Nadi begitu mempesona dibalik celemek hitamnya.

"Ini apa, Na?" tanya Naraya sembari menunjuk cangkir putih di sebelah tepung terigu.

"Ini gula." Nadi mengambil cangkir itu. "Gula pasir yang dicairkam dengan air mendidih. Sengaja, biar tekstur kuenya jauh lebih lembut dan manisnya pas. Cara menuangnya juga pelan-pelan biar nggak merusak tekstur adonan. Seperti ini."

Naraya tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naraya tersenyum. Dalam hati perempuan itu bertanya-tanya. Kapan sih, laki-laki di depannya itu tidak mempesona?

Setelah adonan berubah menjadi roti bundar, saatnya melakukan penghiasan. Nadi hanya membuat krim dengan dua warna, hitam dan putih.

"Kok cuma dua?" tanya Naraya.

"Karena dari jutaan hal penting di dunia, urutan yang paling penting dalam hidupku ada tiga. Keluarga, sahabat, dan Naraya. Karena sahabat ada di nomor ke dua, maka warnanya cukup dua saja."

"Aku nomor tiga? Kenapa? Kenapa aku masuk tiga besarnya?"

"Karena kamu istimewa, Naraya. Nanti, kalau kita memang ditakdirkan menua bersama, pasti Naraya menjadi urutan nomor satu," jawab Nadi, dengan senyum indah yang tak pernah pudar dari bibirnya.

Memang, laki-laki itu tidak pernah berkaca. Yang istimewa itu dia. Bagi Naraya, tidak ada hal istimewa di dunia selain Nadi. Tapi entah mengapa, Naraya bisa mendapat gelar istimewa juga.

Ah, Naraya lupa. Semua tergantung pada sudut pandang siapa opini itu dikatakan.

Naraya bersyukur, memang keinginannya begitu. Dan semoga akan tetap abadi seperti itu. Ia tetap menjadi hal istimewa untuk Naraya.

Nadi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang