━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺Naraya jatuh cinta. Pada barisan kata yang memiliki irama. Bukan sebuah kebohongan atau hiperbola belaka, Naraya benar-benar mencintai lagu yang diciptakan Nadi. Ketika kata tidak bisa mendeskripsikan cinta, maka syair berirama yang akan menjadi gantinya. Gadis itu yakin, bahwa Nadi Janaka adalah sosok yang percaya akan magisnya syair dan irama.
Lian juga sama hebatnya, mengolah setiap nada dalam baris lagu berjudul "Would You Be My January?" Lian bilang, "kalau Nadi nulis lirik ini pakai hati, gue menyusun aransemen dengan rindu setengah mati." Klasik memang, tapi Lian juga tidak berbohong. Ia tengah merindukan sosok yang telah mengisi hatinya satu tahun ini, sosok yang masih belum diketahui Naraya.
"Ra!" Panggilan dari Shea mengejutkan Naraya yang tengah sibuk pada novel di tangannya. "Gladi kotor hari ini bakalan ditonton sama Kepala Sekolah, lo udah tau?" lanjut Shea.
"Udah."
"Feeling gue bakal banyak yang ikutan nonton. Ah, padahal masih gladi kotor, kok gue deg-degan gini, ya." Shea menarik bangku di sebelah Naraya untuk didudukinya.
"Gladi kotor bukannya di ruang band? Orang luar nggak boleh masuk ruangan, kan?" tanya Naraya. Jelas bukan tanpa alasan. Naraya mendengar dari Zigas, bahwa bagi anak-anak Megaz, ruang band sudah seperti rumah kedua bagi mereka dan tidak sembarang tamu boleh memasukinya. Alasan utamanya? Tentu saja karena di dalam ruang band banyak barang yang tidak murah harganya, juga untuk mengantisipasi kehilangan alat musik seperti beberapa tahun lalu dan tidak bisa ditemukan siapa pelakunya.
"Bukan orang luar yang nonton. Ya ... kebanyakan sih yang nonton gladi kotor itu alumni. Gue juga heran kenapa mereka lebih tertarik nonton gladi kotor daripada gladi bersih."
"Mungkin cari celah di dalam permainan kita dan ada kesempatan buat kasih arahan. Kalau gladi bersih kan susah buat diubah lagi," jelas Naraya.
Shea mengangguk setuju. Kemudian berkata, "nanti ada Nadi juga."
"Nadi? Nadi Janaka?"
"Iya, yang lo tanyain waktu itu."
"Kenapa ada dia?"
"Memangnya kenapa kalau dia ada?" Mendengar jawaban Shea, Naraya terdiam. Karena kalau dilihat dari sisi mana pun, tidak aneh kalau Nadi datang untuk melihat dan mendengar seperti apa hasil lagu yang ia tulis.
.
.Laki-laki dengan jersey biru bertuliskan nomor punggung 2 itu tampak fokus menjaga lawannya. Angka yang diperoleh tim lawan hanya berbeda tipis dari milik timnya.
Juan Jaehyun.
Pecinta basket yang banyak dicintai kaum hawa Megantara. Tapi apa daya, semenjak ia bersekolah di Megantara dari tahun pertama, tak ada yang berhasil mengemban status sebagai kekasihnya.
Juan normal. Ia bukan penyuka sesama jenis meski tak jarang mendapat sebutan "Homo Ganteng" dari teman-temannya. Karena apalagi kalau bukan tentang status Juan yang tak kunjung berubah. Juan menyukai salah satu gadis di Megantara. Tak ada yang tahu kecuali Juan, Tuhan, dan gadis itu sendiri.
Andai bisa berbicara. Bola karet berwarna orange itu pasti sudah merengek untuk beristirahat lama. Pasalnya, semakin terik siang menyergap, semakin panas juga permainan yang dilakukan kedua tim ini. Tim basket SMA Megantara dan SMA Pancasila.
Jam sudah memberi tanda bahwa tiga menit lagi pertandingan sudah harus diselesaikan. Juan yang awalnya sibuk menjaga kapten basket Pancasila, kini mulai sibuk mengincar bola. Hingga akhirnya, siang itu menjadi peluang untuknya. Three point berhasil ia tembakkan di tengah lapangan. Megantara riuh dengan kemenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi | Na Jaemin
Fanfiction"Di kehidupan berikutnya, aku ingin menjadi matahari." "Kenapa harus matahari? Kamu tahu, Na, matahari adalah satu-satunya hal yang akan selalu menjadi penyendiri," kata Naraya. Kini matanya mulai beralih pada langit, dan menerjang silaunya sinar Sa...