24. Tangis Gili Kedis

606 144 9
                                    

Sudah lama tidak berjumpa.
Apakah semuanya masih sama?

Semoga tidak sendu seperti langit yang menjadi saksi akan perpisahan awan dengan hujan.

Selamat menikmati cerita Nadi yang telah lama berhenti. Semoga mengobati kerinduan-kerinduan di hati.

With love,
Dyylaksara

━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺

"Jea. Jea stop!" Leo tak tahan lagi. Perempuan yang sedari tadi berjalan cepat demi menghindarinya, terpaksa ia tarik pundaknya.

Perempuan itu tampak rapuh. Senyum cerah yang biasa terbit di wajahnya, menjadi temaram suram bak bulan malam yang tertutup mendung bergulung-gulung. Rasanya sakit. Hati Leo begitu teriris melihat ekspresi Jea saat ini.

"Biarin gue sendiri. Gue butuh waktu." Suara berat nan sendu keluar dari bibir perempuan itu. Mendengar pemilihan kata yang diucapkan Jea, Leo mengacak rambutnya. Ia bingung. Ia tak menyangka hal sepele yang baru saja terjadi merusak hari bahagia yang seharusnya tercipta.

"Kamu marah cuma karena kita nggak jadian?"

"Cuma karena?" Alis Jea bertaut. Matanya yang berair, mewarnai kekesalannya yang sudah di puncak kepala.

"Iya! Cuma karena nggak jadian, kan? Please lah, Je. Jadian atau enggak, sama sekali nggak mempengaruhi cinta aku ke kamu." Leo mengusap wajahnya. Nada bicara yang awalnya meninggi, memelan seketika. Ia takut jika ia tak bisa mengontrol emosinya.

"Lo nggak mau ada ikatan sama gue karena cewek-cewek yang mendewakan lo kan? Lo nggak mau kehilangan cewek-cewek yang hampir setiap hari nyamperin lo di kelas dan lebih 'memuaskan' apa yang lo mau kan?"

Leo tercekat. Dua tahun ia mengenal sosok Jea. Dua tahun pula ia mengira Jea sudah terbiasa akan hal itu, tetapi kali ini Jea mengungkap keresahannya.

"Jea ... aku nggak pernah kayak gitu. Aku nggak pernah minta mereka memperlakukan aku kayak gitu. Aku nggak kayak yang kamu bilang, Je."

Jea menarik napas panjang. Matanya terpejam. "Apa yang lo lakuin sama anak IPA 6 minggu lalu?"

Dahi Leo bergelombang. Apa maksudnya? Siapa yang dimaksud oleh Jea? Apa yang tengah dibicarakan perempuan itu?

"Aku nggak ngerti kamu ngomong apa."

"Lo ..." Jea tercekat. Ekspresi tersiksanya untuk menahan tangis begitu melukai relung hati Leo. Ia ingin memeluk wanitanya, tapi yang terjadi saat ini, Jea tengah tersakiti olehnya. Oleh kesalahan yang bahkan ia tak tahu, kesalahan apa itu.

"Jea, please, tell me what happen?" Tangan Leo berusaha meraih bahu Jea. Tapi sekuat tenaga, perempuan itu menyingkirkan tangannya. Alih-alih menjawab, Jea mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

Leo bertanya-tanya, apa yang tengah dilakukan oleh Jea. Hingga akhirnya pemandangan gila memukul telak bagian kepalanya. Ia tercekat, lebih parah dari Jea. Bibirnya tak mampu berbicara, seolah terserang afasia secara tiba-tiba.

"Lo brengsek ngerti nggak?"

"Je─"

"Gue lihat pake mata kepala gue sendiri, Le. Lo bilang lo cinta sama gue? Lo sayang sama gue? Omongan lo, diketawain sama video ini." Jea tertawa pelan. Namun tawa itu sangat tidak sepadan dengan air mata yang terus menuruni pipinya.

"Dua tahun. Dua tahun gue berusaha sabar. Pernah gue nuntut lo? Nggak, kan? Gue sayang banget sama lo. Selama ini, gue masih kuat menghadapi kenyataan yang sebenernya sama sekali nggak gue suka. Gue selalu diem aja kalau lo manggung dan diperlakukan bak pangeran sama fans lo. Gue selalu berusaha fine-fine aja tiap ada cewek yang deketin lo-yang parahnya lagi lo kelihatan sangat menikmati hal itu. Gue masih kuat, Le." Jea menatap manik mata laki-laki yang paling ia cintai. "Tapi gue nggak bisa nerima kenyataan yang ini. Gue capek."

Nadi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang