Selamat hari Sabtu, selamat meleburkan rindu-rindu yang menggunung penuh pilu. Kini saatnya kerinduan itu hancur lebur melalui cerita Nadi yang siap dinikmati.
Selamat membaca.
Jangan lupa menekan bintang kecil di pojok bawah sana.With love,
Dyylaksara.━❍────────
↻ ⊲ Ⅱ ⊳ ↺"Ayah ... Laras lapar." Gadis kecil berusia lima tahun itu tampak sendu. Mata bulatnya tampak kuyu karena rasa lapar yang menggerogotinya.
"Tunggu saja mbak dan ibumu pulang." Laki-laki berbadan kekar di depannya tampak tak acuh.
"Kapan Ibu dan Mbak pulang?"
"Berisik! Mana aku tahu?!" bentak laki-laki itu pada malaikat kecil tak bersayap yang tampak butuh penenang untuk meredakan rasa laparnya.
Laki-laki itu bernama Anggoro. Sedangkan malaikat kecil dengan tangan yang memeluk perutnya sendiri bernama Larasati Mangun Sangkala-anak bungsu Anggoro.
"Laras goreng telur sendiri ya, Ayah?" Si kecil Laras berusaha berbicara sepelan mungkin agar sang ayah tak membentaknya lagi.
"Anak gobl*k! Kamu itu masih kecil. Mana bisa otak-atik kompor? Yang ada rumah ini kebakar gara-gara kamu!" Namun sayangnya, suara pelan pun tak mampu meredam emosi ayahnya.
"Kalau begitu ... boleh Laras minta tolong ke Ayah buat gorengin telur?" Kali ini Laras mulai terisak.
"ANAK KURANG AJAR! Berani kamu merintah orang tua?! Sini kamu!" Anggoro menarik rambut Laras kecil.
"AYAH!" Pekikan dari depan pintu membuat Anggoro dan Laras berhenti sejenak. "Lepasin Laras!"
Anggoro menyeringai. Antara kesal dan senang. Kesal karena amarahnya tak tersalurkan, senang karena ia tahu, anak sulungnya pasti membawa uang hasil kerjanya.
"Sini, bagi duit." Anggoro mendorong Laras begitu saja ke arah anak sulungnya.
"Ayah emang bener-bener nggak tahu malu." Sorot mata tajam yang dilempar anak sulungnya sama sekali tak menggetarkan hati Anggoro.
"Persetan. Nggak usah jadi durhaka kamu, ya." Anggoro buru-buru menarik tas kecil yang dicangklong gadis itu.
Terdapat amplop putih yang amat tipis, nyaris tampak seperti tak berisi. Anggoro membukanya. Tampak uang seratus ribuan yang hanya berjumlah tiga lembar.
"Apa-apaan nih? Kamu kerja dari pagi cuma dapet segini? NGGAK BERGUNA!" teriaknya.
Laras mulai bergetar ketika melihat kakaknya dibentak oleh sang ayah. Sedangkan sang kakak berusaha meraih Laras dalam rengkuhannya. "Mendapat uang nggak semudah itu, Ayah," jawabnya lirih.
"Dasar gobl*k." Anggoro bersiap melangkah pergi.
"Ayah! Tolong ... tinggalkan uangnya sedikit saja. Hanya untuk makan Laras. Sedikit saja, Yah. Ya?" Pinta sang anak sulung.
Anggoro kembali berjalan ke arah gadis itu. Kemudian mengayunkan tangan ke pipi sang anak.
PLAK!
"Nggak tahu malu." Anggoro mengambil uang lima ribu di dalam kantong bajunya. Kemudian melangkah pergi meninggalkan rumah bak neraka ini.
"Mbak ...."
"Mbak nggak apa-apa. Yuk masuk. Kamu lapar kan? Mbak belikan telur dulu di warung depan. Tunggu Mbak, ya?" Gadis itu mengusap air matanya. Berusaha terlihat baik-baik saja di depan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadi | Na Jaemin
Fanfiction"Di kehidupan berikutnya, aku ingin menjadi matahari." "Kenapa harus matahari? Kamu tahu, Na, matahari adalah satu-satunya hal yang akan selalu menjadi penyendiri," kata Naraya. Kini matanya mulai beralih pada langit, dan menerjang silaunya sinar Sa...