Para dayang berjalan dengan dua baris menuju ruangan raja didekat pendopo agung, aku berada dideretan ketiga. Saat melangkahkan kaki memasuki ruangan seluruh dayang mulai menunduk hormat dihadapam sang baginda,
"Letakkan pakaianku diatas meja" ucap lelaki itu yang sedang terduduk dimeja kerjanya.
"Sendika dhawuh gusti.." ucap seorang dayang.
Aku mulai meletakkan pakaiannya diatas meja berbarengan dengan pakaian yang lainnya.
"Oh ya, sebentar lagi aku akan ada pertemuan dengan para adipati" ucap sang raja.
Selama beberapa detik suasana hening, Para dayang hanya terdiam menunduk sambil melirikku.
"Ssst.." desis sang dayang menyenggol lenganku.Sontak aku kebingungan dengan tingkah mereka, dayang yang menyenggolku itu langsung membisik.
"Kau tidak dengar, Gusti prabu akan memakai pakaian warna merah, cepat serahkan padanya".
"Ah iya,," kataku kebingungan.
Tinggal mengatakan warna merah saja harus mengkode ada pertemuan dengan adipati. Aku mulai mendekati lelaki itu dan menyerahkannya, sontak para dayang lainnya mulai meninggalkan tempat. Dengan kepala yang masih menunduk, aku melihat bayangan lelaki itu berdiri dihadapanku. Apakah ia akan mengenaliku? Aku jadi deg-deg an.
"Berdirilah," katanya.
Lalu hayam wuruk mulai berbalik badan kala aku berdiri dan telah meluruskan padanganku terhadapnya. Aku terdiam sejenak dan hendak berbicara, namun lelaki itu hanya menolehkan kepalanya setengah untuk melihat gerak-gerikku.
"Apa kau dayang baru disini?" tanyanya.
"Eum.. A-ak" jawabku gelagapan.
"Kau pasti masih baru disini. Sekarang lepaskan ikat pinggangku" potongnya.
Aku langsung menelan ludah dalam-dalam, ternyata ia belum mengenaliku. Tapi apa-apaan ini. Apakah seorang raja harus dibantu berpakaian juga oleh seorang dayang, apalagi seorang perempuan.
Aku mulai menarik pengait tali pinggangnya dari belakang dengan tangan bergetar dingin, pikiranku tak karuan membayangkan apa yang terjadi. Apa ia akan bertelanj-, ah tidak. Demi apapun aku tak pernah melakukan hal ini."Ampun gusti prabu, bukannya hamba lancang. Tapi bagaimana jika nanti akan ada orang yang masuk, sedangkan pintunya belum hamba kunci" kataku seperti seorang dayang biasanya.
"Kau meragukan pengawalku?" ucapnya.
"Tidak gusti prabu, hamba tidak bermaksud begitu" jawabku.
"Hhm.. Rara Ayu mungkin akan datang kesini, entah jadi atau tidak. Mungkin ia tidak akan kesini, bahkan kalu jadipun akan kesulitan. Penjagaan sangat ketat" ucap hayam wuruk.
Aku hanya terdiam tak berkutik, wtf. Dia memang sengaja mempersulitku.
"Kau dengar aku?" katanya lagi.
"I-iya gusti prabu" jawabku.
Ikat pinggangnya telah berhasil terbuka, aku mulai mencopot selendang berwarna biru yang terpajang dipinggangnya serta kain jarik yang membalut tubuh bawahnya kini mulai terlepas. Aku sempat memejamkan mata namun hanya sekejap, ternyata ia masih memakai celana selutut. Hayam wuruk mulai membalikkan badan kehadapanku, aku hanya berdiri melongo melihat badannya yang begitu perfect. Perutnya yang sixpack ditambah ia tak memakai atribut sedikitkpun telah memberi kesan bahwa tubuhnya yang benar-benar sempurna.
"Kenapa kau diam, ambilkan pakaianku" ucapnya.
Ia masih tak mengenaliku, tentu saja karna make up ku yang totalitas ditambah rambutku yang mulai panjang se-dada sehingga bisa tersanggul rapi layaknya dayang pada umumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]
Historical FictionRara Ayu Putri Anastasya, seorang gadis kelahiran Jakarta yang menetap di Surabaya mengalami peristiwa aneh yang membuatnya terjebak dimensi waktu 600 tahun yang lalu. Saat itu Jawa Timur masih berupa kerajaan yang dipimpin oleh wangsa Rajasa dari k...