[17] Pituh Welas

1.2K 159 5
                                    

Rara Ayu pov:

(Waktu yang bagus sayapku. Aku saat ini berada di Sadeng, entah kenapa malam ini aku bahagia sekali membaca suratmu. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Sedikit cerita, perjalananku sempat terhambat karena hujan deras tadi. Sehingga aku harus singgah dan bermalam di Sadeng. Tapi syukurlah, dengan bermalam disini suratmu bisa sampai dengan sempurna. Kau tahu Rara Ayu, selama ini hanya ada tiga orang yang kupercaya untuk mendengarkan isi hatiku. Yang pertama, patihku Gajah Mada. Kedua, Ibuku Tribhuwana. Dan yang terakhir, adikku Nertaja. Dari mereka sudah banyak mengetahui tentang diriku. Aku berharap ibuku tidak menceritakan yang macam-macam tentangku, sungguh jika seperti itu aku tak kuasa bertemu denganmu diistana nanti. Sebenarnya, Aku ingin mengatakannya langsung padamu. Tapi, entahlah. Aku tidak siap, mungkin belum saatnya. Doakan perjalananku lancar untuk selanjutnya, jaga dirimu, aku akan segera kembali)- sang elang kepada sayapnya.

Aku sempat bahagia dan tercengang membaca surat dari raja muda itu. Disatu sisi ia begitu manis, tapi disisi lain ia belum mengetahui bahwa ibunda ratu telah mengatakan semuanya padaku. Rasanya jadi tidak enak kalau Hayam Wuruk sampai mengetahuinya. Kubalas surat itu kembali dan segera mengirimnya lewat seorang pengawal.

"Rara Ayu, kau sedang apa?" kata ibunda ratu yang tiba-tiba memecahkan lamunanku.

"Ehm.. Tidak ada ibu ratu" kataku beralasan.

"Apa itu?" tanyanya memandangi segenggam surat ditanganku.

"Oh ini. Saya baru mendapatkan surat dari baginda raja" jawabku apa adanya.

Ratu itu langsung menghampiriku dan mengambil surat hayam wuruk dari genggamanku.
Selang beberapa menit membaca, dengan spontan ia menyunggingkan senyum tipis.

"Kau berbalas surat dengannya," katanya.

"Iya, ibunda ratu" jawabku menunduk.

Ratu Tribhuwana mulai terduduk disisiku,
"Rara Ayu," ucapnya.

Lanjutnya,"Jangan katakan apapun kalau aku telah mengatakan semuanya padamu," ucapnya memperingatkan.

"Saya sudah membalasnya ibu ratu, dan tidak membicarakan hal itu," jawabku meyakinkan.

"Bagus kalau begitu.. aku tak mau ia kehilangan kepercayaan dirinya karna hal itu." ucapnya.

Lanjut sang ratu, "Kau tahu, dulu sewaktu pertama kali Hayam Wuruk mengemban tugasnya menjadi seorang raja. Ia pernah keliru menyebut nama menterinya, mungkin karna nama mereka yang lumayan mirip. Alhasil, ia kesulitan membedakan," cerita ratu itu.

"Lalu, apa selanjutnya.." kataku penasaran.

"Hayam wuruk kemudian tidak percaya diri dan Selepas itu ia merengek malu padaku. Beberapa waktu lamanya ia tidak mau bertemu dengan mereka dan mengurung diri." lanjutnya.

Wanita itu kemudian mengelus rambutku,
" ku harap kau jangan lakukan itu padanya Rara Ayu" ungkapnya.

"Ibunda ratu tidak perlu khawatir, Saya tidak akan mengatakannya," jawabku.

Ratu Tribhuwana tersenyum simpul,
"Baiklah kalau begitu. Aku kembali dulu. Oh iya, jangan lupa nanti sore kau ikut aku ke pendopo agung, ada tamu dari kerajaan bawahan yang mempunyai perlu, kau temani aku ya. Sekarang kau lanjutkan saja surat menyuratmu, balaslah dengan kata-kata yang indah sampai putraku terkesima kalau kau bisa". Kekehnya.

"Tentu saja, ibunda ratu." jawabku spontan.

Ratu Tribhuwana sedikit terkejut, seolah dugaannya benar. Ia langsung tersenyum geli kepadaku.

Aku ikut tersentak,
"Eh.. Maksud saya, tentu saja saya akan menemani anda nanti sore" elakku spontan.

Ratu itu tersenyum kekeh sambil menggelengkan kepala keluar ruangan. Aku hanya tersenyum sungkan dengan pipi memerah, rasanya seperti saat sedang berkencan dengan seorang pacar dan dipergoki oleh ibunya, yaampun.

'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang