Aku sebenarnya agak ragu juga untuk melangkahkan kaki menuju puri, bagaimana kalau nanti ratu Tribhuwana memergokiku. Kemungkinan besar beliau akan melakukan segala cara untuk menyingkirkanku darisini.
Saat hendak menuju kesana, aku melihat dua orang pejabat majapahit sedang berbincang-bincang sambil berjalan. Spontan aku menundukkan kepala saat berpapasan dengan mereka,
"Sudahlah Adhinatha, yang terpenting kita sudah menyingkirkannya dari sini. Dan sekarang saatnya kita menjadi menteri terbaik gusti prabu," kata salah seorang pejabat itu.
"Tapi tetap saja Adiwilaga, aku masih cemas akan hal ini. Kita tidak tahu keberadaannya, Mada itu bukan hanya orang yang cerdas tapi juga cerdik. Bagaimana kalau dia diam-diam sedang merencanakan sesuatu untuk membongkar perbuatan kita dalam peristiwa itu" timpal pejabat disampingnya.
"Ah kau tenang saja, gusti prabu sudah tidak lagi percaya padanya. Yakinlah bahwa apapun rencana dia akan sia-sia" kekeh rekan pejabatnya itu.
Aku menelan ludah, apa yang mereka bicarakan. Mada? Apakah mereka membicarakan eyang Gajah Mada. Jika benar itu artinya beliau telah difitnah, Jahat sekali mereka. Aku harus mengatakannya pada eyang. Dengan bergegas aku langsung putar balik menuju keluar istana. Namun sesampainya disana, terdapat dua orang prajurit sedang menjaga gapura keraton dengan sigap menutup jalan dengan tombaknya,
"Mau kemana den ayu," ucap salah satu dari mereka.
Aku bingung, harus alasan apa jika begini.
"Ehm.. Saya.. Saya mau lihat-lihat aja, mau keluar sebentar cari udara segar" kataku meringis terpaksa."Anda tidak boleh keluar istana sembarangan" kata salah satu penjaga.
"Oh begitu, yasudah saya kembali dulu" jawabku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal.
Ini seperti dipenjara, keluar saja harus begini begitu. Tapi aku harus menemui patih Gajah Mada sekarang, ia harus tahu tentang ini.
Aku berdiam diri di tempat duduk istana sembari memikirkan cara bagaimana agar bisa keluar dari istana ini.
"Apa pake burung merpati kayak eyang waktu itu ya, tapi gue ga ngerti gimana caranya. Ntar kalo nyasar gimana, atau suratnya ditemu orang gimana" kataku bergumam pelan.
Hingga menit kemudian, aku melihat beberapa anggota bhayangkari sedang berjalan tenang dan kompak dalam dua barisan.
"Bhayangkari.." gumamku lagi.
Pikiranku mulai mempunyai pilihan titik terang,
"Sip, prajurit bhayangkari yang nganterin gue ke padepokan itu. Barangkali dia bisa bantu".Aku langsung bergegas menuju mess anggota bhayangkari, disana aku masih belum menemukan prajurit itu. Aku masih berjalan mondar-mandir berharap segera bertemu dengannya, tiba-tiba..
"Sedang apa anda disini..." ucap salahsatu prajurit itu yang tiba-tiba mengagetkanku.
"Ehm, Saya.. Mau.. Bertemu seseorang" kataku ragu.
"Siapa?" tanyanya.
"Nggak tau namanya bang.." jawabku polos dengan bahasa informal.
Bhayangkari itu tampak bingung dan curiga, ia mengernyitkan dahi.
"Ada urusan apa anda dengan dia" tanyanya lagi."Saya mau ngomong sebentar sama dia, ada satu hal yang perlu saya bicarakan. Tapi ini privasi, saya minta tolong bang. Sebentar aja" kataku memohon.
"Tapi kau tak menyebutkan namanya, bagaimana aku bisa mengetahuinya" katanya lagi.
"Tapi saya ingat wajahnya, dia berkumis tipis, kulitnya sawo matang, tingginya mungkin.. Saya sedagunya, dan bicaranya sangat dingin" kataku.
"Pirata?" tebaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]
Historical FictionRara Ayu Putri Anastasya, seorang gadis kelahiran Jakarta yang menetap di Surabaya mengalami peristiwa aneh yang membuatnya terjebak dimensi waktu 600 tahun yang lalu. Saat itu Jawa Timur masih berupa kerajaan yang dipimpin oleh wangsa Rajasa dari k...