[7] Pituh

1.8K 223 11
                                    

Hayam Wuruk pov:

Aku yang seorang diri menikmati semilir angin dari balik jendela sedang meratapi kerajaan ini dibawah pemerintahanku, apa aku mampu memimpin negeri ini sepanjang hidupku? Apakah aku seorang raja yang bijaksana? Pertanyaan itu selalu terbesit dalam pikiranku saat sendiri. Sudah genap dua tahun lalu aku kehilangan menteri setia dan seorang putri dari kerajaan buyutku yang amat kudambakan.

Aku merasa terganggu saat dua suara itu berbincang dengan intonasi tinggi. Suara itu sepertinya datang dari kamar tamu yang tak jauh dari kediamanku. Diriku yang sedang berkecamuk ini semakin tidak nyaman akan hal itu, terpaksa kudatangi dua suara itu dengan amarah yang kutahan dalam-dalam. Kutegur gadis itu beserta dayang disampingnya untuk segera menyelesaikan masalah yang terjadi.

Namun, aku tersentak saat gadis itu berdiri spontan dihadapanku. Entah kenapa tubuhku seketika membeku saat binaran matanya menusuk pandanganku. Ia terlihat berbeda dari gadis lain. Apapun yang dia lakukan bahkan yang ia ucapkan seolah menyihirku untuk selalu memandangnya tanpa kata-kata. Tak lama seorang dayang yang bergaduh dengannya tadi datang dengan membawa ramuan herbal sesuai perintahku.

Aku mengambil ramuan itu dan menyuruhnya untuk meminum. Tetapi ia memang keras kepala. Sehingga aku harus mengorbankan keputusanku untuknya. Beruntung ia menuruti bujukanku. Meski pada awalnya tidak berjalan mulus, tapi aku berhasil menenangkannya.

Sekali lagi ia membuatku selalu memandangnya tanpa kata-kata. Ekspresinya yang lucu saat meminum ramuan itu seperti menguji kewibawaanku.
Aku merasa duniaku berubah saat melihat respon antusiasnya mendengar tawaranku untuk acara nanti sore. Rasa kacau,sedih dan letihku memudar dalam sekejap hanya karna melihat senyumnya yang terukir indah di ujung sana. Apa yang terjadi padaku?

Saat aku kembali ke kediamanku, pikiranku masih terngiang-ngiang oleh bayangan rautnya beberapa waktu lalu. Tanpa sadar aku tersenyum sendiri,

"Kanda.. Apa kau mendengarku," ucap adikku yang entah kapan sudah berada disisiku saat ini.

Aku langsung tersontak,
"Hah.. Ada apa dinda?"

"Kau memikirkan apa? Apa kau sudah jatuh cinta dengan gadis lain?" tanyanya mengintrogasi.

"Apa yang kau maksud, tidak. Aku hanya.. membayangkan kemeriahan nanti sore. Lagipula sudah lima tahun lamanya majapahit tidak panen besar seperti saat ini kan".

"Hmm.. Kurasa tidak. Terakhir aku melihatmu seperti ini saat kau pertama kali melihat lukisan putri padjajaran itu".

"Tolong jangan bahas itu lagi nertaja. Aku tidak mau mengingat hal itu," ucapku yang langsung muram.

"Iya-iya aku minta maaf. Hmm.. Kanda, Rara Ayu kan sekarang sudah menjadi temanku disini. Apa aku boleh mengajaknya diacara nanti sore?" kata adikku memohon.

Aku langsung antusias mendengar hal itu,
"Tentu saja, ajaklah dia bersamamu. Aku sudah membicarakannya, dia akan menjadi tamu istimewa disini. Jadi pastikan dia tampil semaksimal mungkin,"

"Wahh, tentu saja aku akan melakukannya. Kau memang kandaku yang paling terbaiiikk. Terimakasih kandaaa" ucapnya yang langsung memelukku manja.

Saat menjelang sore, aku tengah sibuk mempersiapkan segala sesuatu dipendopo bersama rakryan. Entah kenapa, kali ini aku seperti bersemangat merayakannya. Hingga sampai lupa bahwa aku harus makan bersama keluarga sebelum acara dimulai.

Aku langsung bergegas menuju ruang makan dengan agak tergesa-gesa. Seluruh anggota keluarga telah menungguku. Aku mulai menduduki kursi yang telah tersedia diruang itu. Saat akan melahap makanan, terlihat sosok gadis tadi siang dengan busana biru muda terduduk tak jauh dariku sedang menyantap makanannya.

'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang