[31] Tiga Dasa Satunggal

1.1K 106 25
                                    

Rara Ayu pov:

Hari ke-3, pagi ke-2 berada dipengasingan ini. Kurasa sudah saatnya aku mengeksplor desa ini, lagipula aku akan ke sungai untuk mencuci pakaianku yang sudah  menumpuk sejak dua hari yang lalu, ya.. setidaknya aku kembali ke diriku sendiri yang mandiri. Ditengah perjalanan, aku melihat Janu sedang merawat ayam jagonya didepan rumah,

"Pagi Janu.." sapaku.

"Hai.. pagi Rara" sahutnya.

Kulihat didepan rumahnya ada 3 ayam lain yang tengah berkokok didalam kurung, ayam jago semua pula. Kurasa masyarakat zaman ini memang gemar memelihara ayam. Tapi mengapa harus ayam jago ya, tanyaku dalam hati.

"Itu semua ayam mu kah?" Tanyaku pada Janu.

"Iyaa.. kau mau lihat," katanya.

"Boleh"

Lelaki itu mulai mengelus kepala ayam yang dipegangnya.

"Ini namanya Suma. Artinya lelaki gagah dan tampan" kenalnya bangga.

"Wow.. kenapa begitu"

"Karena ia sangat gagah kalau bertarung, tak pernah takut meskipun lawannya lebih unggul darinya, kalau jumpa ayam betina dia yang selalu jadi rebutan hehe" jelas Janu dengan senang.

"Hhmm begitu ya.." kataku tersenyum menaikkan alis.

Lelaki itu meletakkan ayamnya pada kurung dan kembali membuka kurung lainnya,
"Nah, kalau ini namanya Prama. Artinya terakhir. Ayam ini pemberian pamanku sebelum ia pergi merantau jauh ketempat lain, ini juga ayamku yang terakhir".

Aku hanya menyimak penjelasannya dengan detail.

Kembali ia masukkan kedalam kandang dan mengambil kurung yang satu lagi,
"Kalau ini namanya Parama. Artinya paling unggul atau yang terbaik. Dia yang selalu menjadi andalanku untuk acara sabung ayam, sebab dia hampir tak pernah terkalahkan meskipun lawannya lebih tangguh. Makanya dibanding yang lain Parama ini yang paling kurawat" jelasnya panjang lebar.

"Ohh jadi kau pelihara ayam jago untuk ikut sabung ayam," kataku menyimpulkan.

"Tentu saja, kau baru tahu? Masyarakat Jawa Dwipa pasti tidak asing dengan perlombaan ini. Bukankah kau dari kota raja? Seharusnya disana acaranya lebih besar dan meriah" ungkapnya.

Aku tersontak kaget,
"oh begitu rupanya.." jawabku mulai paham.

Pantas saja beberapa cerita rakyat mengambil latar sabung ayam, ternyata memang itu budaya orang jawa kuno.

"Rara," panggil lelaki itu dengan mengernyitkan dahi.

Akupun spontan melihat wajahnya.

"Sebenarnya kau berasal darimana?" Tanya Janu.

Pertanyaan kesekian kali dari orang-orang kuno kepadaku. Hal yang membuatku malas menjawabnya.

"Hhm.. eh Janu aku harus pergi dulu, duhh sampai lupa belum cuci baju" kataku mengalihkan obrolan.

Terlihat Janu hanya menyipitkan mata heran dan membiarkanku pergi dengan baju-bajuku.

Sesaat setelah sampai dilokasi, mataku terbelalak melihat betapa riuhnya sungai ini. Para ibu yang hendak mencuci pakaian membawa anak-anak mereka untuk mandi disini, bahkan mungkin semua wanita remaja hingga tua renta pun mandinya disungai ini. sedangkan beberapa yang lain mencuci piring dengan air sungai yang sama. Semua menjadi satu. Fenomena ini membuatku sedikit shock hingga mengucap syukur sedalam-dalamnya karena terlahir diabad ke-21 dengan fasilitas yang lebih memadai, atau paling tidak, rumah yang kutempati saat ini adalah rumah pengasingan, sehingga kolam pemandian dibangun secara pribadi sebagai konsekuensi hukuman yang tengah kujalani. Meski suka atau tidak, kolam pemandianku hanya tertutupi tembok bata tanpa atap yang airnya cukup menunggu anugerah dari langit (air hujan).
Ya... setidaknya aurora ku tidak harus terpampang ditempat ramai seperti ini. Aku tak bisa membayangkan jika sewaktu-waktu ada Jaka Tarub yang mengambil pakaian para wanita itu, mungkin nasibnya akan lebih malang dari bidadari yang kehilangan selendangnya.

'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang