[10] Sedasa

1.5K 209 1
                                    

Derap kakiku berbunyi dengan tenang saat keluar dari puri. Beberapa saat melangkah, terlihat dari sekian meter di depanku seorang wanita paruh baya dengan pakaian bangsawan sedang menatapku datar namun sangat intens. Aku mematung, apa yang ratu Tribhuwana lakukan di sana. Pikiranku mulai berkecamuk, kepalaku mengangguk hormat saat jarak kami sudah semakin dekat. Ia memanggilku,

"Rara ayu" ucapnya dengan tatapan serius.

"Ampun gusti Ratu," jawabku seperti yang dilakukan orang dijaman ini kepadanya.

"Aku ingin bicara denganmu" katanya.

"Apa yang ingin anda sampaikan gusti," jawabku menunduk.

"Ikutlah dengan ku." responnya dingin.

Aku heran, kenapa tiba-tiba beliau memanggilku dan ingin bicara empat mata denganku. Tatapannya seperti elang, entah apa yang beliau maksud. Aku mulai berjalan disisinya, kulihat bahwa wanita ini masih cantik meskipun sudah berumur, Kulitnya sangat terawat. Sesampainya disebuah ruangan,

"Duduklah.." perintahnya.

"Terima kasih" jawabku singkat dan langsung menduduki kursi yang disediakan.

Aku memposisikan tubuhku untuk tetap tegap dengan punggung menempel pada sandaran kursi. Mataku mulai menatapnya karna kuanggap beliau hanya ingin mengobrol atau berdiskusi. Ia masih menatapku serius dan berkata,

"Selama kau disini, aku sudah sering melihatmu menghabiskan waktu dengan putra putriku.." ucap ibu ratu itu.

"Benar ratu, Dyah Nertaja telah menganggap saya sebagai temannya" jawabku dengan tenang.

"Apa kau merasa senang, bisa berteman dengan adik raja majapahit yang tersohor itu," katanya mengintrogasi.

"Saya merasa terhormat, bisa mengenal Dyah Nertaja dan Prabu Dyah Hayam Wuruk" kataku.

"Apa kau mengerti kedudukan mereka sebagai apa, dan kau siapa?" tanya nya dengan menyipitkan mata.

Aku menghela napas,
"Saya sangat paham. Apa dan siapa mereka dengan saya, gusti prabu dan tuan putri terlalu memanjakan saya disini."

"Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan kebaikan mereka?" tanya ratu tribhuwana.

Aku terdiam, dalam benakku berkata, apa yang ia tanyakan. Apakah ia tidak suka kedekatanku dengan putra putrinya. Aku kembali menatapnya dan berkata,

"Saya berterima kasih karna mereka telah mengijinkan saya untuk tinggal disini selama beberapa waktu. Saya juga tidak akan melupakan kebaikan mereka terhadap saya," jawabku apa adanya.

"Hanya itu? Setelah ingatanmu pulih, apa kau akan melakukan hal-hal diluar dugaan mereka. Atau kau memang berpura-pura lupa ingatan untuk mencapai tujuanmu" ucapnya lagi.

Aku tidak suka tuduhan ini,
"Maaf gusti ratu, saya adalah seseorang yang masih mengerti kebaikan oranglain. Kalaupun saya hendak bertindak jahat, alangkah hinanya saya dengan cara seperti ini, Menikmati kebaikan musuh saya dalam waktu yang lama. Saya mengerti maksud gusti ratu berbicara seperti ini, yang tak lain adalah naluri seorang ibu. Tapi bukankah gusti ratu seharusnya mengenal saya terlebih dahulu sebelum mengutarakan tuduhan itu? Saya tidak bermaksud untuk meng-gurui atau bertindak lancang, tapi anda harus mengerti perasaan putra putri anda terhadap saya, begitu juga sebaliknya," jelasku panjang lebar dan mencoba tetap merendahkan nada bicara.

Ratu itu menghela napas, ia mulai mengubah posisi duduknya.
"Kalau begitu maumu, apa kau mengerti aturan dikerajaan ini. Bahwa Raja dan keluarganya tidak boleh dekat dengan sembarang orang, apalagi oleh wanita yang tidak jelas identitasnya sepertimu. Jika kau paham, seharusnya kau bersikap selayaknya menghormati raja dan putrimu sendiri" singgungnya.

'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang