[22] Kalih Likur

1.2K 160 23
                                    

Belum genap sehari setelah pernyataanku dipendopo itu, gosip mengenai hubunganku dan Hayam Wuruk langsung terdengar ditelinga pegawai istana. Tak sedikit dari para dayang yang membicarakanku dengan berbagai prasangka. Tentu hal ini membuatku tidak nyaman, apalagi setelah mengingat peringatan indudewi beberapa waktu lalu.

Petang ini, Hayam Wuruk berniat mengajakku untuk bermalam di Puri, tapi aku menolak dengan alasan ingin meluangkan waktu sendiri. Padahal tak lain karna ketidaknyamanan batinku atas desas desus yang kian menjadi dikalangan istana.

"Yasudah, besok aku akan mengunjungimu dipagi buta. Sesuai janjiku untuk mengajakmu keluar istana" ucap raja muda itu dengan ramah.

"Baiklah, aku kembali dulu" jawabku dengan senyum tipis dan hendak pergi.

Namun seketika jari besar itu menarik pergelangan tanganku hingga tubuh kecil ini menabrak dada bidangnya. Tangan kirinya telah merangkul pinggangku erat sedang tangan kanannya mulai merambah kesisi wajahku,

"Aku akan merindukanmu" bisiknya sembari mengangkat daguku dengan lembut.

Ya tuhan apa aku akan pingsan setelah ini, padahal ini bukan pertama kalinya ia..
Cup.

"Sampai jumpa besok," ucap lelaki itu setelah sebuah kecupan mendarat didahiku.

Aku hanya menelan ludah sembari menatap mata jernih itu. Tak sempat melanjutkan lebih lama, dua orang dayang melintas ditempat kami berdua berbincang. Spontan raja muda itupun kembali bersikap formal dengan meletakkan kedua tangannya dibalik punggung.

"Kembali lah" ucapnya berwibawa dengan sedikit dingin.

"Baik gusti prabu," jawabku dengan hormat dan meninggalkan tempat.

Dua orang dayang itupun juga mulai menunduk hormat saat melintas didepan lelaki muda itu. Hayam wuruk menimpalinya dengan satu anggukan, sesekali matanya menatapku samar melihat wujudku yang mulai menjauh dihadapannya.

Derap kakiku terus melangkah melewati gedung-gedung besar istana. Hingga telah sampai didepan pintu kamar,

"Loh, kok kebuka" gumamku.

Padahal aku yakin tadi pintu sudah tertutup sempurna, tanpa ragu kulangkahkan kakiku memasuki ruang kamar dan menutup pintu. Alih-alih ingin segera beristirahat dengan tenang, diujung sana justru terdapat dua orang putri bangsawan yang telah terduduk disofa kamarku, apa yang mereka lakukan.

"Putri indudewi, putri Sudewi" ucapku pelan.

Indudewi tersenyum miring sambil melipat kedua tangannya, sedang sri sudewi menatapku datar namun terkesan mengintimidasi.
Aku mencoba bersikap tenang meskipun diriku tak akan aman setelah ini.

"Kemarilah gadis cantik," kata indudewi.

Aku menelan ludah dalam sambil berjalan pelan mendekati dua sosok itu.

"Kenapa kau berjalan lambat begitu, kau takut?" tukas indudewi.

"Ada apa gusti putri sekalian datang ke kamar saya" kataku.

Indudewi tersenyum kepadaku,
"Memangnya kenapa, apa salah seorang putri majapahit datang kesini".

Lanjut putri itu,
"Dinda sudewi, lihatlah calon permaisuri wilwatikta ini. Untuk menemui kerabat raja saja dia merasa asing, bagaimana jika nanti sudah menjadi permaisuri" sinisnya.

Aku telah terduduk dikursi dekat sofa itu, entah kenapa untuk saat ini aku merasa tidak nyaman duduk dikursi ini.

"Kau Rara Ayu," tanya Sri Sudewi datar.

Sepertinya ia tidak terlihat sombong seperti indudewi, tapi disisi lain dia terlihat sependapat dengan saudarinya itu.

"I-iyaa" jawabku gugup.

'ILY Since 600 Years Ago' [MAJAPAHIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang