⚡ BAB 31

29 22 47
                                        

Halo, masa lalu.

__________
🐣 Warning! Cerita ini terdapat banyak kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca. 🐣

Selamat membaca
Silakan komen dan vote
__________

Sekitar satu tahun yang lalu, ada kegiatan lomba untuk SMA sederajat. Kebetulan yang menjadi tuan rumahnya ialah sekolah SMA Pancasila--tempat Kafka bersekolah sebelum pindah.

Pada waktu itu, Lia menjadi salah satu peserta lomba--menjadi salah satu perwakilan dari sekolahnya. Setelah sampai di sekolah tersebut, Lia langsung diarahkan ke ruangan lomba. Di dalam perjalanan tersebut, Lia tidak sengaja melihat Kafka yang jaraknya lumayan jauh. Cowok itu terlihat marah dan sempat menendang pot di depannya. Mata Lia diam-diam melirik ketika mereka berpapasan. Entah apa yang terjadi setelahnya, Lia tak tahu lagi. Ia hanya fokus pada lomba.

Paruh pertama dari ujian telah selesai. Lia keluar dan berjalan sendiri mencari kantin sekaligus berkeliling karena sekolah tersebut memang luas. Di telinganya terpasang earphone. Mungkin karena terlalu menikmati perjalanan dan mendengarkan musik, Lia tidak sadar jika langkahnya mulai memasuki tempat yang sepi. Ketika tidak ada satu pun orang yang berpapasan dengannya, saat itulah Lia sadar. Earphone-nya ia buka selagi melihat sekeliling. Tiba-tiba ada suara berisik seperti dentuman yang membuat Lia penasaran hingga menariknya untuk mendekat.

Lia terpaku ketika cowok yang beberapa jam lalu ia lihat ada di sana. Ia-lah orang yang membuat seuara tadi. Kafka di sana sedang melemparkan bola basketnya ke dinding dengan keras. Ia akan mengambil bola yang terpental jauh lalu melemparkannya kembali. Entah sudah berapa lama ini dilakukan. Yang jelas, Lia dengan jelas melihat wajah Kafka penuh keringat, seragam yang dipakai pun sudah basah.

Pada lemparan terakhir, Kafka memandang Lia. Lia tentu kaget, namun ia bingung harus bagaimana. Bukan niatnya juga untuk mengintip. Ketika Kafka berjalan mendekat, Lia memikirkan berbagai cara dalam membela diri. Namun setelah itu semua, tidak ada yang terjadi. Kafka hanya diam menatapnya.

Dengan ragu Lia memberikan sebotol minuman
Ia juga bingung kenapa dirinya harus melakukan ini. "Nih, minum. Haus, kan?"

Kafka tak menghiraukan. Tatapannya turun di name tag Lia.

"Marah juga butuh tenaga," lanjutnya.

Tatapan Kafka beralih lagi dari name tag ke botol tersebut.

"Kenapa? Nggak gue kasih racun."

Kafka mengeluarkan suara berdecih sebelum mengambil botol tersebut. Lia pikir sudah tak ada lagi yang perlu ia katakan jadi, ia pun berbalik untuk pergi.

"Makasih." Namun tiba-tiba Kafka bersuara lagi.

Lia menoleh lalu mengangguk. Beberapa langlah kemudian, Lia berhenti di balik dinding. Mulutnya berdecak. Dan bukan itu saja, bahkan kakinya dihentak-hentakkan ke lantai, sedangkan tangannya mengacak rambut. "Ngapain gue kasih minuman itu?! Lupa lo tadi antrinya kayak apa! Ish!"

Lia tidak sadar jika aksinya telah dilihat oleh Kafka. Bibirnya tersenyum miring seraya menggeleng kepala.

Dan itulah pertemuan pertama mereka. Mereka benar-benar tidak percaya jika akan bertemu lagi.

Setelah mengingat itu semua, Kafka cemberut. "Lo pura-pura nggak kenal gue?"

"Bukannya lo?" balas Lia sarkatis.

"Nggak. Gue mau nyapa pas kita ketemu lagi, tapi ngeliat reaksi lo nggak jadi."

"Mn. Gue cuma nggak mau disangka sok kenal sama murid baru yang menghebohkan seisi sekolah." Lia mengejek.

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang