⚡ BAB 21

31 23 26
                                    

Saingan terberat.

__________
🐣 Warning! Cerita ini terdapat banyak kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca. 🐣

Selamat membaca.
Silakan komen dan diakhiri vote.
__________

Sekolah libur karena para guru mengikuti pelatihan entah apa itu. Untuk murid lain sangat mengasyikkan, namun bagi Kafka sungguh membosankan. Orang tuanya lagi-lagi keluar kota, jelas ia tidak mau sendirian saja di rumah. Kafka pun berniat ke rumah sepupunya namun pintu ditutup plus dikunci. Ia menggedor pintu itu dengan sangat keras sampai tangannya terasa panas, bahkan ia menendangnya beberapa kali, namun koala kurang ajar itu tidak membukakan pintu--satu pun tidak ada yang keluar. Jelas itu disengaja membiat Kafka merasa sangat kesal.

Karena aksinya tidak berhasil, akhirnya beruang madu ini berkelana menggunakan motornya. Ia hanya bolak-balik. Ketika ditanya sedang apa maka, Kafka menjawab dengan datar kalau dirinya sedang menghabiskan bahan bakar.

Hari sudah menginjak sore. Tapi Kafka belum juga mau pulang. Ia bahkan tidak perlu repot-repot memikirkan bagaimana rumahnya, apakah lampunya nyala, apakah sudah dikunci dengan benar, dan tidak pusing apakah akan ada rampok atau tidak.

Motor yang dikendarainya berhenti di depan halaman rumah Lia. Akhirnya ia menemukan pelabuhan yang tepat. Tapi sayang yang ada di hadapannya kini malah membuat matanya panas. Lia sedang duduk ditemani oleh Gama, berhadap-hadapan dan berdekatan. Baru kali ini jarak dekat sangat menyebalkan.

Kafka lantas menyerbu maju. "Nggak usah deket-deket."

Gama dan Lia menoleh. Satu detik terkejut, namun selanjutnya tidak peduli.

"Gue bilang jangan deket-deket." Kafka menendang meja.

"Ck! Kita lagi main catur, gimana bisa jauh-jauhan?! Lo pikir maen besbol apa." Ia harus memberi pelajaran pada beruang madu yang tidak sopan ini.

Kafka melirik Gama. Sapu ijuk satu ini membuatnya pusing. Ia saingan terkuat. "Ngapain deket-deket sama Lia? Muka kayak hardisk internal aja juga."

"Nggak nyadar kalo muka sendiri kayak kabel data." Lia membalas sindiran Kafka.

"Nggak pa-pa, sayang. Kamu kan, colokannya. Cocok dicolokin sama gue."

"...." Alis Gama berkedut.

"Lo pikir hardisk nggak bisa dicolokin ke gue?!"

"...." Gama memandang Lia.

"Nggak bisa, lah. Lo colokan yang hanya cocok buat gue colokin. Nggak ada yang lain."

"...." Pikiran Gama semakin ke mana-mana.

"Sok tau banget lo, ya!"

"Ada apa sih, ribut-ribut?!" Nila keluar karena tidak tahan. Keadaannya memprihatinkan. Wajah sampai lehernya dipenuhi oleh koyo, rambutnya tidak tertata rapi, namun anehnya ... ujung daster yang dipakai oleh Nila terjepit di pintu yang sudah tertutup rapat hingga ia tidak bisa maju.

Ketiga orang yang sedang berkumpul itu hanya bisa terdiam menyaksikan.

"Masuk ke dalam kalau mulut kalian mau diobras."

Ketiga orang itu tampak seperti murid yang sedang dihukum, mereka menggeleng bersama dengan senyuman kaku.

__________

"Lo nggak mau pulang?" Lia terheran ketika Kafka mengintilinya sampai di depan pintu.

"Nggak."

"Ini udah maghrib. Sana pulang."

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang