⚡ BAB 2

211 108 79
                                    

Sebelum Hari Berubah, Namun Hari Tetaplah Sama-2

__________

Warning ! Cerita ini terdapat kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca.

Happy reading
Jangan lupa Vote Komen
__________

Lia berjalan bolak-balik di dalam kamarnya. Dari lemari ke meja belajar, terus ke lemari lalu menuju ke standing mirror, sesaat kemudian ke meja rias. Ia terus berputar-putar.

Setelahnya ia duduk--menetap di meja rias dan mulai menyisir rambutnya. Mulutnya sesekali bersenandung mengungkapkan beberapa kalimat mendalam.

"Terkadang... wajah cantik itu tergantung cermin. Cermin spion? tidak bisa dipercaya. Benda itu terlalu jujur."

"Terkadang... untuk membuat diri sendiri agar percaya diri, sebaiknya bercermin di cermin hitam. Tidak perlu memikirkan pori-pori yang hampir membentuk kawah, hanya perhatikan wajahmu yang terlihat sempurna."

"Terkadang--" Lia mengatakan ini bersamaan dengan membuka laci meja rias. "Ikat rambut motif gue ngilang lagi."

Ia menarik napas dalam-dalam. "MBAK NILA! IKAT RAMBUT LIA YANG MOTIF BADAK MANA?!" pecah sudah suaranya.

Lia adalah gadis yang lebih suka rambutnya diikat ketika sedang sekolah. Karena terlalu banyak kegiatan--tentu saja kegiatan yang disebut ini ialah sibuk kabur dari geng 416, sibuk mengontrol darah, sibuk berdebat, sibuk tertawa, sibuk marah, dan kesibukan aneh lainnya, ditambah cuaca Indonesia juga tidak menentu--walau musim hujan, rasa kegerahan juga masih tinggi.

Dan untuk mengikat rambutnya, Lia terobsesi dengan ikat rambut bermotif, khususnya dan satu-satunya motif ialah binatang.

Permasalahannya ... ikat rambutnya terlalu sering menghilang--entah itu dijadikan gelang, jadi ganjelan kursi, dan bahkan sering dibuat untuk mengikat nasi bungkus oleh kakaknya sendiri ketika sudah tidak ada gelang karet. Mengenaskan.

"MBAK NILA!" Lia kembali berteriak. Bahkan di rumah saja hidupnya tidak tenang.

"Pakai yang motif yang lain aja dulu. Ntar, Mbak buatin yang baru."

"Terus yang itu ke mana?"

"Mengikhlaskan itu perbuatan mulia."

Raut wajahnya berubah datar. Siapa yang tidak tahu ke mana ikat rambut itu berakhir.

Nila berjalan mendekati Lia. "Rambut kamu mau diiket gimana?"

"Tanduk."

"Tuh, ada yang motif gajah."

"Kok gajah, sih. Ini mau dimodelin tanduk, cocoknya sama motif binatang yang bertanduk."

"Jadi maksud kamu, antara model rambut dan ikat rambut harus sesuai?"

Lia mengangguk. "Hu'um."

"Kalau ikat rambut yang lagi kamu pakai itu motif landak, apa iya rambutmu mau dibuat ngaceng?"

"...."

Lia mengerjap. Membayangkan sedikit, ia kemudian menggeleng. Itu sangat buruk.

"Tau, ah." Lia melambaikan tangannya dan berbalik ke cermin rias. "Karena Mbak Nila udah ngilangin iket rambut Lia lagi, sebagai gantinya tolong urusin rambut Lia. Terserah mau model gimana, asal nggak kegerahan"

Nila terus mengangguk. Ketika ia memegang sisir dan mau memulai melakukan hukumannya, Lia tiba-tiba kembali menoleh.

"Dan... nggak ada rambut nga--ah, landak."

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang