⚡ BAB 17

35 26 43
                                        

Terkuaknya sebuah perasaan.

__________
Warning! Cerita ini terdapat banyak kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca.

Selamat membaca
Silakan komen dan diakhiri vote
__________

Sehari setelah membuka praktek memasang koyo pada tetangga, hubungan antara Kafka dan Lia tidak bisa dianggap dekat lagi. Sekarang sudah bisa dibilang Kafka adalah parasit yang selalu menempel pada Lia ke mana pun cewek itu melangkah--bahkan ke toilet Kafka akan menunggu tepat di depan pintu yang dimasuki Lia. Di mana-mana parasit memang selalu mengganggu.

Wajah Lia merah padam. Ia berhenti dan menatap Kafka dengan ekspresi yang buruk. "Hanya orang nggak tau diri suka ngintilin ke sana-sini."

Kafka memiringkan kepalanya. "Emang kemarennya gue nggak tau diri?"

"...." Baiklah. Lia salah jalan. Seharusnya dari awal ia menendang saja beruang madu ini dan tidak menerima permintaan maafnya. Sekarang sudah terlambat. Ia tidak lagi punya waktu tenang untuk memikirkan cara bagaimana memusnahkan parasit nggak ada sopan santun ini.

Lia merasa semakin hari Kafka semakin tidak bisa ditebak namun semakin menjengkelkan dari waktu ke waktu.

Hanya ada satu keuntungan yang Lia dapat dari sekian banyaknya kerugian. Ia bisa terhindar dari serangan Jae. Kafka menyembunyikannya dengan sangat baik. Suatu waktu Lia akan di tempatkan di belakang pintu sedangkan Kafka menyandarkan dirinya di pintu itu hingga membuat Lia hampir tak memiliki napas lagi. Suatu waktu juga Kafka akan menempatkan Lia di toilet cowok dan harus mendengarkan suara cepluk dari bilik toilet yang lain.

Sekarang, Lia berharap sekolah tidak ada lagi yang namanya jam istirahat. Lebih baik baginya untuk terus belajar di kelas selama delapan jam.

Di sisi Kafka--ia sangat senang menggoda kucing garong itu. Ia berharap jika waktu istirahat diperpanjang selama tiga jam. Dan yang paling ia benci ialah berlangsungnya jam pelajaran. Selain menyebabkan kantuk yang berlebihan, ia juga harus menyaksikan teman sekelasnya yang tidak ada yang waras--terutama penguntit Lia ... Si Jae.

Karena dibenci maka waktu itu datang sengan cepat. Ia berpisah dengan Lia setelah tadi memotong kuku di jari jempol Lia. Ia tidak mau cakar itu terlalu tajam.

"Oi." Kafka memanggil Jae namun orang itu lagi sibuk menggerogoti bangku yang mulai lapuk. "Oi."

Jae menoleh. "Lo manggil gue? Jangan manggil Oi, nama gue Jae."

Jae apaan, jelas di absen namanya Jupri.

"Terserah." Kafka tidak mau ikut-ikutan tertipu. "Lo suka sama Lia?"

Mata Jae melotot senang. Sepertinya pertanyaan semacam ini sudah lama tidak didengarnya. "Pastinya."

Kafka mengangguk. Tangannya mengambil sebuah kalender dengan wujud yang tidak asing dari dalam bangkunya. "Jadi mulai tanggal berapa lo bakal nggak suka lagi sama Lia?"

"...."

Pertanyaan apa itu. Untungnya Jae tidak fokus akan hal itu tapi lebih fokus pada kalender mini berwarna biru tersebut.

"Bukannya itu kalendernya Lia?"

Kafka segera menyingkirkan kalender tersebut ketika Jae mau mengambilnya. "Lo pikir kalender ini limited edition?"

Alis Jae berkerut. Bagaimana ia tidak mengenali kalender itu jika ia-lah yang membelinya sendiri ditambah ia berdebat sana-sini hanya karena tanggal 29 Februari sialan itu.

Kafka sendiri mana mau mengaku kalau kalender itu memang ia pungut dari bangku Lia. Kafka berkata kalau tidak boleh ada aura negatif di bangku Lia karena pemiliknya sendiri sudah nyaris gila.

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang