⚡ BAB 11

78 48 48
                                        

Desas-desus membawa petaka baru.

__________
Warning! Cerita terdapat banyak kata-kata kasar, bijaklah dalam membaca.

Happy reading
Silakan komen dan diakhiri vote.
__________
Ly note : konflik pertama (benar² sangat ringan) tolong jangan diambil serius (:

.
Berangkat sekolah pagi ini, Lia berangkat bersama Ara. Itu karena tadi malam, Ara datang dan bermalam di kontrakan Lia.

Sampai di parkiran, mereka berdua menaruh helm-nya masing-masing.

"Li, soal urusannya Mbak Nila itu gimana?"

"Oh, positif," jawab Lia seraya mengikat rambutnya menggunakan ikat rambut bermotif buaya.

"Serius?"

"Mn. Itu, kan persoalan gede, Ra. Nggak main-main mah."

Ara mengangguk. "Iya juga, sih."

Mereka terus melangkah memasuki kawasan sekolah. Tapi, rasanya ada yang aneh dengan sekolah ini. Untuk pertama kalinya seluruh murid tidak melakukan rirual mereka--saling kejar-kejaran, berteriak, bertengkar, berdebat, dan hal lainnya. Tapi, yang ada kali ini ialah, beberapa murid membentuk kelompok dan berbisik di sana-sini.

Lia dan Ara saling pandang.

"Ngapa lagi, nih sekolah. Nggak ada bosen-bosennya sama kelakuan aneh." Ara berkomentar dengan dingin.

Lia hanya meliriknya sekilas. Ia memilih diam. Saat Ara tadi berkomentar, Lia tidak sengaja mendengar bisikan salah satu gerombolan tersebut yang menyebut namanya. Aneh. Akan terjadi apalagi setelah ini?

Saat memasuki kelas pun bisikan-bisikan itu masih melekat.

"Daripada ngomongin di belakang, mending langsung di depan muka gue. Pengecut banget," ujar Lia. Ia tidak tahan lagi. Daripada hanya terus diam--menganggap diri sendiri bukan jadi bahan gosip, memang lebih baik baginya untuk menghadapi secara terang-terangan. Ia tidak suka sikap pengecut seperti itu. Ia sadar, dirinya bukan orang yang sabar dan lemah lembut. Terserah apa kata orang, yang jelas ia tidak bisa jika diri sendiri harus dihakimi tanpa tahu letak kesalahan dan kebenarannya.

Setelah Lia menyindir seperti itu, semua teman sekelasnya tertawa datar. Mereka buru-buru bubar dan duduk di bangku masing-masing. Namun mereka sesekali melirik takut pada Lia.

"Jadi nggak ada yang berani?" Lia kembali bertanya.

Ara duduk terlebih dahulu dan menyimak.

Hubungan persahabatan mereka cukup unik--terlepas dari sikap bar-barnya. Untuk urusan pribadi masing-masing, mereka berdua tidak akan saling ikut campur--cukup selalu menemani di sisi masing-masing tanpa ada pengkhianatan, tidak menambah minyak dalam api, dan membantu hanya ketika situasi sudah sangat memburuk yang tidak lagi memungkinkan ditangani seorang diri.

"Ng-nggak, Li. Gosip biasa, eum... y-ya gitu, biasa lah. Cuma, ya... dilebihkan aja gitu." Sang ketua kelas menjadi perwakilan semua murid. Namun nada suaranya masih jelas terdengar ketakutan.

Lia mengernyit dan menatap mereka curiga. Ia juga heran kenapa teman-teman kelasnya meliriknya seperti meneliti untuk menemukan sesuatu.

"Biarin aja, Li. Lebih baik lo langsung aja lapor ke KPAI." Ara akhirnya berkomentar.

Lia melirik Ara. Ia tidak tahu harus marah atau merasa berterima kasih. Jika ini kasus serius maka sebanding untuk pergi ke sana, tapi ... jika kasus yang sedang panas ini karena dirinya lupa menyiram saat buang kecil atau buang air besar bagaimana? Bukankah yang akan dilindungi KPAI adalah mereka-mereka ini.

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang