Bencana class meeting.
__________
🐣 Warning! Cerita ini terdapat banyak kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca. 🐣Selamat membaca
Silakan komen dan vote
__________Kafka mengucapkan terima kasih ketika turun dari ojek dan kemudian membayar ongkos. Awalnya ... Kafka lupa jika motornya masih berada di kediaman Lia, dan akhirnya ia putar arah walau sudah sampai di rumah.
Kafka melangkah ke kontrakan Lia. Matanya melirik malas pada sosok Gama yang duduk di kursi halaman sambil memelototinya. Belum sampai di anak tangga, Nila muncul dari dalam.
"Kafka, kamu balik," ujarnya, "Maaf, Mbak tadi nggak sempet nanya nama kamu."
Kafka mengangguk seraya tersenyum sopan. Bahkan caranya membalas sangat halus. "Iya, Mbak. Eum, Lia-nya ke mana, Mbak?"
Nila menatap Kafka tidak enak hati. "Lia sudah tidur." Adiknya itu memang keterlaluan.
Kafka mengangguk lagi. Ia kemudian memutuskan untuk pulang saja walau dirinya masih ingin bertemu Lia. Kafka pun mengambil motornya dan pamit pergi.
Setelah cowok itu tak terlihat lagi, Gama menghampiri Nila. "Akrab banget sama dia."
Nila menoleh. "Kan, temennya Lia."
"Dia suka gangguin Lia." Gama mengoreksi.
Mata Nila mengerjap--nampak mendapatkan sesuatu. "Kafka suka sama Lia?"
Gama melongo. Ia pikir Nila akan marah atau setidaknya kesal. "Kok, suka, sih. Gangguin, bukan suka."
"Ya, gangguin itu tandanya suka." Nila tidak mengerti. Daripada kesal, ia kembali masuk.
Gama melihat kepergian Nila dengan wajah muram. Tidak ada yang mendukungnya.
__________
Suasana sekolah kali ini sangat ramai. Seluruh murid wara-wiri, ke sana-sini--sibuk sekali. Ada yang membawa makanan dan minuman, ada yang membawa terompet, ada yang membawa botol bekas, bahkan ada yang membawa gendang. Semua itu khusus untuk acara class meeting.
Lapangan tengah gedung itu sudah sesak. Di tengah-tenganya ada dua tim yang akan bertanding bulu tangkis. Sedangkan di pinggir lapangan dipenuhi tim penyemangat. Mereka siap akan peralatan dan suara. Bukan hanya di situ saja, penonton juga memenuhi di lantai dua dan lantai tiga.
Riuh suara dari segala arah terdengar nyaring tatkala lomba telah dimulai. Suara mereka saling berbalas-balasan demi mendukung tim yang mereka pilih. Suasana ini nampak seperti sedang menonton perlombaan yang memperebutkan piala emas.
Di lantai dua, Lia, Ara, Kafka, dan Dafka, menempel di pembatas koridor. Mereka juga tidak melewatkan pertandingan itu. Lia dan Ara berteriak ketika ada yang mencetak angka--membuat telinga saudara sepupu di sampingnya berdengung.
"Kalian tim mana, sih?" Dafka terheran.
Ara menggeleng. "Nggak ada. Kita teriak karena ada yang cetak angka aja."
Dafka menggeleng kepala. Ia kemudian beralih melihat sepupunya. "Lo kenapa nggak ikut lomba ini, Kaf? Lo kan, demen banget olahraga ini, jago pula."
"Justru udah jago makanya nggak usah ikut," balasnya santai, "Sedekah, biar yang lain bisa menang."
Dafka nampak jengah. Ujung-ujungnya sombong, dasar.
Kafka tak menghiraukan ekspresi julid dari sepupunya dan lebih memilih melirik Lia yang tak lagi berteriak kesenangan. "Kenapa nggak teriak lagi? Pita suaranya udah putus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLE [END]
Dla nastolatkówFIKSI REMAJA! RECEH! BAHASA KASAR! COCOK DIJADIKAN HEALING SETELAH BACA NOVEL SAD __________ 19-8-20//25-1-21 Maaf... bukan cerita yang bagus brilian gemilang keemasan. Ini hanyalah cerita MAINSTREAM penuh dengan PLOT dan KONFLIK yang sangat ringan...