⚡ BAB 32

26 21 47
                                        

Halo, masa lalu 2.

__________
🐣 Warning! Cerita ini terdapat banyak kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca🐣

Selamat membaca
Silakan komen dan vote
__________

Alfatihah dulu buat para korban Sriwijaya Air🙏🏻🙏🏻🙏🏻

__________

Lia bersama Ara berdiri di pembatas koridor tepat di depan kelasnya. Kepala mereka sangat kompak bergerak dari kiri ke kanan, dan dari kanan ke kiri.

Lia tiba-tiba berdecak. "Mondar-mandir, ke sana, ke sini... repot bener."

Ya, mereka sedang melihat ke bawah sana di mana ada cukup banyak murid yang sedang berjalan ke sana ke mari mempersiapkan segala sesuatu untuk acara class meeting. Sedangkan Lia ... hanya suka berkomentar.

"Lo nggak bantu sama sekali. Nggak usah komen." Ara membalas dengan dingin.

Lia malah tertawa. "Hidup gue ditakdirin nggak ribet, Ra."

"Idup orang lain yang lo bikin ribet."

Lia cemberut. Dasar kulkas berjalan, ngomong sarkatis terus.

Baru selesai Lia mengeluh, ada suara teriakan yang datang dari lantai bawah. Mereka berdua pun melongok.

"Lia, Ara, makan wafernya yang rapi, napa. Remahannya berjatohan."

Mereka berdua melihat kepala cewek tersebut. Mereka pikir ... butiran-butiran itu salju, ternyata bukan. Mereka lantas mengangguk. Detik kemudian, bukannya bertobat, mereka malah mencibir.

"Kayak tau aja makan wafer yang baik dan benar." Lia kesal.

"Mungkin maksud dia, kita kudu makan wafer tanpa digigit." Ara menimpali.

Mungkin suasana hati mereka sedang buruk jadi ... mereka sengaja meremas wafer yang tersisa kemudian menaburkannya. Setelah itu, mereka pun langsung kabur seraya tertawa puas mendengar teriakan nyaring tersebut.

Di belakang mereka, saudara sepupu menggeleng kepala melihat ulah jahil itu. Mereka pun menyusul. Sampai di tangga, Kafka reflek menarik seragam sepupunya hingga membuat Dafka hampir jatuh.

"Apaan, sat! Lo mau apa lagi?!" Dafka nampak kesal dengan ulah sepupunya. Bahkan jika boleh jujur, mendengar nama Kafka saja ... sudah membuatnya kesal sampai mati.

Kafka tidak membalas dan hanya fokus pada ponsel. Dafka mengernyit bingung sebelum mendekat.

"Lo masih berhubungan sama dia?" Dafka melihat sekitar--berjaga-jaga. "Kalo Lia tau, bukan cuma nomer lo aja yang diblokir, idup lo juga bakal di blokir ama dia."

Kafka merasa ada yang aneh. "Lo ngomong gini udah kayak Lia cinta banget sama gue."

"..." Dafka terpaku sejenak sebelum kesadaran kembali mengambil alih. "Oh, ya. Lia kan nggak ada perasaan apa-apa sama lo."

Kafka kesal. Ia berharap bisa membungkam mulut sepupunya itu untuk selama-lamanya.

"Nggak diblokir?"

"Apaan. Ini udah ke lima belas kalinya gue ngeblokir," ucapnya kesal seraya memblokir nomor baru tersebut.

"Mantan lo kayaknya punya cita-cita jadi pengusaha operator."

"Gue mau ke Lia, bentar lagi pulang." Kafka tak perduli lagi dengan persoalan 'mantan'.

Kedua cewek itu tadi perginya mengarah ke halaman belakang sekolah. Setelah saudara sepupu ini sampai ... benar, Lia dan Ara ada di sana--tepatnya di ujung pojok kanan.

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang