⚡ BAB 12

62 37 32
                                        

Datang terakhir? Penyesalan.


__________
Warning! Cerita ini terdapat kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca.

Happy reading
Silakan komen dan diakhiri vote
__________

Kepala Ara terus bergerak mengikuti gerak-gerik Lia yang sedang mengemasi barang-barang sekolahnya dari slorokan ke dalam tasnya. Sudah bisa dipastikan ia akan pulang.

Karena Lia masih bungkam, Ara pun ikut bungkam.

Tiba-tiba suara sepatu yang berlari terdengar semakin jelas masuk ke dalam kelas itu. Ara menoleh, ternyata itu Dafka.

"Lia." Dafka memanggil namun Lia tidak menjawab.

"...."

"Lia," panggilnya lagi.

"Hm?"

"Eum... itu, soal tadi..."

Lia memandang Dafka sesaat sebelum membalas, "Apalagi? Masih kurang caciannya?"

"Ng-nggak, Li. Gue mewakili Kafka buat minta maaf sama lo. Akhir-akhir ini dia emang rada sensi. Gu-gue nggak minta lo buat maafin dia kok, karna emang dia keterlaluan. Cuma..."

Lia menghentikan pergerakannya. Kemudian menghembuskan napas dengan malas. "Repot-repot segala lo ngewakilin dia. Dianya aja nyantai gitu."

"Tapi--" Perkataan Dafka berhenti tatkala menyadari Lia sedang berkemas. "Lo mau ke mana?"

Lia tidak menjawab lagi. Ia sudah mengotak-atik ponselnya sendiri.

Dafka melihat ke Ara, menyiratkan pertanyaan dari tatapannya. Ara sendiri mengangkat bahu sebagai bentuk jawaban.

"Ra, gue pulang," pamit Lia. Ia melirik Dafka sekilas sebelum melangkah keluar.

Dua sosok di belakangnya mengikuti tapi hanya sampai di luar kelas, selanjutnya mereka hanya terus memandangi Lia yang semakin jauh.

"Ra, Lia hanya pulang sekolah, kan? Nggak kabur, kan?"

Ara menoleh. Ia kemudian membalas dengan nada dingin, "Menurut lo?" setelahnya, ia kembali ke dalam kelas.

Lia terus melangkah hingga sampai di pintu gerbang. Di sana sudah ada Gama dengan mobilnya.  Lia pun menyapa singkat.

"Kenapa, mukanya kok nggak ceria?"

"Capek aja, Mas," balas Lia seadanya.

Gama mengangguk, kemudian menyuruh Lia agar segera masuk ke dalam mobil.

Merasa diperhatikan, Lia menoleh ke belakang. Ternyata di sana ada sosok Kafka yang sedang melintas di koridor antara kantin dan gedung sekolah. Lia menatapnya dingin sebelum melengos menuju pintu masuk mobil.

Dasar mulut setan.
__________

Keesokan harinya, suasana sekolah bukannya mereda ... yang ada malah semakin menjadi. Desas-desus tentang perut Lia yang hamil semakin dibumbui dengan ini itu hanya karena hari ini Lia tidak masuk sekolah.

Ya, ia absen. Karena itulah suasana semakin memanas. Mereka berpikir lebih jauh lagi, misal ... jika Lia memang benar tidak hamil, lalu kenapa ia harus tidak masuk sekolah? Atau, benar atau tidak ... Lia harus menjelaskan semuanya dan jangan lari dari masalah. Banyak dari mereka yang mulai memandang sosok Lia dengan sebelah mata.

Kafka pun sama. Ia terlihat semakin membenci Lia karena kasus ini. Wajahnya sangat jelek sejak masuk ke sekolah, entah itu karena bisikan-bisikan sekitarnya atau karena Lia sendiri ... Kafka-lah yang sangat memahaminya.

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang