⚡ BAB 13

62 36 38
                                    

Secercah jalan keluar.

__________
Warning! Cerita ini terdapat banyak kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca.

Happy reading
Silakan komen dan diakhiri vote
__________

Motor sport berwarna hitam yang memiliki stiker besar dengan huruf K--melaju keluar dari sekolah dengan kecepatan di atas rata-rata. Jika bukan anak sekolah biasa, mungkin orang-orang akan menyangka ia adalah pembalap terkenal yang sedang nyasar.

Walau masih memakai seragam khas anak SMA tapi, tasnya tidak terlihat di punggungnya. Selain motor dan diri sendiri, hal lain yang dibawa ialah helm. Tidak tahu pasti bagaimana ekspresi wajah di balik helm tersebut karena kaca hitamnya ditutup.

Ia berkendara melewati jalan yang berbelok-belok. Mungkin ia terburu-buru karena pas sampai di jalan yang lurus, kecepatannya ditambah membuatnya tidak sengaja mengangkat rok salah satu pejalan kaki.  Tapi sepertinya Kafka tidak menyadari itu.

Pada belokan terakhir, sebuah gapura dengan nama besar terlihat. Nama itu menunjukkan sebuah kompleks. Laju motornya pun lambat laun dipelankan, kepala yang masih ditutupi helm itu menoleh ke samping kanan dan samping kiri. Hingga sampai di ujung, motornya berhenti.

Ia turun dan langsung membuka helm-nya. Ia Kafka. Raut wajahnya sudah terlihat dan kesannya ia sedang gugup. Menarik napas sekali, ia pun mulai melangkah.

Sampai di depan pintu, tangannya mulai mengetok. Tidak ada jawaban.

Ia tidak menyerah dan kembali mengetok. Satu kali, dua kali, tiga kali, lima kali, tujuh kali, tidak ada yang menjawab. Akhirnya ia mulai bersuara.

"Ehm... halo, apa ada orang?"

"...."

"Halo... Lia."

Ya, rumah yang ia datangi ialah rumah kontrakan Lia dan Nila. Beberapa menit yang lalu ia menyeret Dafka--yang baru makan bakso bersama Ara, memaksanya agar memberitahu di mana rumah Lia.

Ia memanggil nama Lia beberapa kali dalam intonasi suara yang berbeda-beda. Panggilannya terhenti ketika ada suara lain datang dari belakangnya.

Kafka menoleh. Kemudian termangu. Dia? Kenapa dia ada di sini?

"Kamu nyari Lia?" itu suara Gama. Ia tadi mendengar suara Kafka. Karena suara itu semakin keras, akhirnya ia tidak tahan dan menghampiri.

Kafka mengerjap sebelum mengangguk.

Gama terdiam. Sorot matanya seperti sedang meneliti sosok Kafka. "Bukannya kamu yang waktu itu? Orang sesat?"

"...." Kafka tertegun tapi sudut alisnya berkedut.

Gama sadar akan ucapannya jadi ia langsung meralat, "Oh, maksudnya orang yang tersesat?"

"...."

Entah itu orang sesat atau pun orang yang tersesat, untuk mereka berdua kedengarannya cukup berbeda.

"Gue temen sekolah Lia. Lo tau dia ke mana?" Kafka langsung bertanya--memutus topik tentang sesat. Ia pun tidak mempedulikan panggilan mana yang lebih sopan.

"Lia udah pergi."

Kafka diam-diam mengela napas. "Ke mana?"

"Urusannya sama kamu apa?"

Kafka diam seraya menatap Gama. Sepertinya ini akan sulit.

"Lia pergi sama kakaknya. Waktu itu ikut nganter, sih tapi mereka nggak bilang kapan mau balik jadi... nggak tau."

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang