⚡ BAB 7

149 80 70
                                        

Masa sensitif.

__________
Warning! Cerita ini terdapat keta-kata kasar, bijaklah dalam membaca.

Selamat membaca
Langsung Vote Komen
__________

Kafka mengendarai motor sport-nya keluar dari halaman sekolah. Ia tidak menunggu Dafka yang lagi mengerjakan piket kelasnya.

Ia terus melaju dengan pelan. Tidak jauh dari gerbang sekolah, ia tidak sengaja melihat Lia yang sedang duduk, sepertinya sedang menunggu angkot atau jemputan.

Kafka memilih menghentikan laju motornya, lalu kemudian menyeberang menghampiri Lia. Entah kenapa ia melakukan itu.

Lia sadar jika ada motor yang mendekat, namun ia sama sekali tidak mengharapkan jika yang mengendarai motor itu adalah Kafka. Memang benar kata pepatah, hal yang kau tidak sukai, maka akan sering kau temui.

"Apa? Mau boncengin gue?" tanyanya ketus.

"Ngarep gue boncengin?"

"Nggak."

Kafka mendengus, ia masih di atas motornya, tidak ada niatan sama sekali buat turun atau melaju kembali. Nampaknya ia bersenang-senang dalam mengganggu Lia.

"Napa masih di sini? Sana pulang lo."

"Terserah gue lah, tempat ini juga bukan punya lo."

"Orang gila mah terserah," gumam Lia--sengaja agak dikeraskan biar Kafka mendengarnya.

"Gue denger apa kata lo."

"Nggak nanya."

Mood-nya langsung buruk ketika beradu mulut sama Kafka. Manalagi angkot yang biasa ia tumpangi juga belum ada tanda-tanda akan muncul.

Akhirnya Lia mengambil ponsel di tasnya, ia mengabaikan Kafka yang sudah bermain-main dengan motornya sendiri.

"Halo, kenapa belum dateng sih, Bang?" Lia segera berbicara ketika sambungan teleponnya diterima.

"Maaf, Neng, saya hari ini nggak narik. Istri saya kemarin main tik tok, eh taunya kesandung dan hp-nya tuh mau jatuh ke selokan. Karena hp tuh penting banget jadi, istri saya nyebur duluan ke selokannya."

"...."

Keanehan macam apalagi ini.

"Terus apa hubungannya sama Abang?"

"Justru itu, Neng. Karena udah nyebur, istri saya minta dimandiin air tujuh rupa."

"...." Cukup sudah. Lia tidak tahan. Ia pun langsung mematikan sambungan teleponnya. Memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas dengan perasaan dongkol.

"Abang lo?" tiba-tiba Kafka bertanya.

Lia kembali tersadar jika di depannya ada orang lain.

"Sebenarnya lo ngapain sih, di sini?" nawarin boncengin nggak, nunggu angkot juga nggak.

"Nunggu Dafka."

TROUBLE  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang