What is stronger than the human heart which shatters over and over and still lives?
-rupi kaur-
.
.
.
"Mah mah!"Teriakan girang itu diiringi lompatan penuh semangat. Mayra menepuk-nepuk kaca mobil dengan kepalan tangannya ketika melihat sosok ibunya. Mario bahkan kelabakan menahan tubuh semangat Mayra saat ini. Wajahnya sedikit meringis ketika sepatu mungil Mayra berbenturan cukup keras dengan pahanya. Tapi bibir Mario tertarik sedikit ketika melihat langkah calon istrinya yang berdiri di depan pintu gedung. Sosok Aria yang saat ini sedang membawa sebuah kotak besar di tangannya. Kotak yang Mario duga berisi kue hasil kursusnya hari ini.
Sesuai janjinya, Mario mengenalkan Aria pada temannya yang membuka kursus membuat kue. Riana, temannya sewaktu dia masih SMA, langsung mengundang Aria untuk ikut minggu itu juga. Aria awalnya terlihat ragu karena dia takut kegiatan ini malah akan menyita waktu akhir minggunya dengan Mayra. Tapi Mario bersikeras meyakinkannya bahwa dia dan Bibi Hani bisa menjaga Mayra sebentar selama Aria kursus seminggu sekali. Akhirnya bujukan itu berhasil menggerakan hati Aria.
Tangan Mario membunyikan klakson mobilnya. Suara itu membuat kepala Aria menoleh. Dia berhenti menatap ponselnya dan langsung berjalan ke arah mobil. Kurang dari dua menit kemudian, Aria sudah membuka pintu mobilnya. Mayra yang masih duduk di atas paha Mario sontak melompat girang. Sepertinya dia sangat senang melihat sosok ibunya karena dari pagi mereka belum bertemu. Aria mengulurkan tangannya pada Mayra setelah meletakkan boks dan tas yang dia bawa di jok belakang mobil.
"Hai, sayang," mata Aria berbinar ketika Mayra membalasnya dengan suara tawa yang nyaring. "Iya, iya, Mama juga senang sekali bisa bertemu Mayra lagi," gumamnya kemudian mengecup kedua pipi Mayra.
Mario tersenyum tipis sambil mengamati mereka berdua. Senyum di bibirnya sulit dikontrol sejak Aria dan Mayra ada di depan matanya. Melihat kasih sayang yang diberikan Aria untuk putrinya menyebabkan hatinya menghangat. Rasanya sangat menenangkan melihat interaksi kecil antara Aria dengan putrinya. Mungkin karena dia bisa merasakan bahwa rasa sayang Aria untuk Mayra sangat besar.
"Kamu kenapa bengong begitu?" Aria mengernyit ke arahnya. "Jangan bilang kamu belum sarapan?"
"Aku sudah minum kopi di rumah," Mario berdeham pelan sambil memindahkan tatapannya ke arah lain. "Tadi aku menyuapi Mayra sebelum ke sini."
Sepasang mata Aria mengerjap. "Kamu bisa menyuapi Mayra?"
"Bibi Hani mengajarkanku bagaimana caranya," Mario mengangkat bahu. "Karena Mayra juga lebih senang ketika aku yang menyuapinya, jadi aku melakukannya. Dia makan lahap sekali tadi. Aku sibuk menyuapinya dan hampir lupa kalau aku harus menjemputmu."
Aria tertawa sambil menatap Mayra. "Ooh begitu rupanya. Kamu manja sama Papa ya?"
"Bah!" Mayra membalas sambil menggigit tangan mungilnya sendiri.
Mario melirik Aria ketika tangan Aria meraih boks yang tadi dia bawa di jok belakang. Dia membuka kotak itu dan menunjukkannya di depan Mario. Mata laki-laki itu mengerjap ketika melihat isinya. Di dalam kotak itu ada sepuluh buah tart kecil dengan topping kacang, karamel dan kismis. Tatapannya berpindah pada Aria yang sedang menatap reaksinya. Bibir Aria tersenyum lebar sambil menyodorkan satu buah kue kecil itu pada Mario.
"Kamu suka kismis kan?" Aria berucap sambil meraih tangan Mario. Dia meletakkan kue yang tadi dia ambil ke atas tangan laki-laki itu. "Tadi kami belajar membuat tartlet dan katanya kita bebas membuat topping apa saja. Aku ingat kalau kamu suka kismis, makanya aku sengaja membuat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Piccolo (FIN)
Romance(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa lampau." -Ariana Elizabeth Palmer