Some secrets are better left untold.
-Anonymous-
.
.
.
Mario umumnya selalu benar dalam berasumsi.
Dia mengutuk keturunan keluarganya atas kemampuan naturalnya itu. Firasat batin yang kuat sudah menjadi bagian dirinya yang tidak bisa dia hindari. Bahkan sewaktu-waktu, tubuhnya bisa bergerak sendiri sesuai firasat itu. Contohnya ketika tadi dia menghentikan Aria untuk minum wine lebih banyak lagi. Dia menduga kalau Aria akan sangat mabuk jika dia minum terlalu banyak anggur di siang bolong. Akhirnya dia terpaksa menghentikan tangan Aria yang ingin mengangkat gelas untuk kesekian kalinya.
Setengah jam kemudian acara itu selesai. Mario langsung berpamitan dengan tamu yang dia undang sambil mendengar pujian dan saran mereka. Aria masih duduk di kursinya sambil menopang dagu. Sebelah tangannya mengguncang sisa cairan wine di dalam gelasnya yang masih tersisa. Mario kembali berdiri di sampingnya kemudian berdeham, membuat perhatian gadis itu terarah padanya. Dahi gadis itu mengernyit.
"Sudah waktunya pulang," ucap Mario sambil mengecek jam tangannya.
"Apa aku boleh membawa sebotol wine dari salah satu yang aku cicipi tadi?" Tanya Aria dengan wajah memelas.
Entah kenapa Mario merasa tubuhnya bergetar ketika melihat ekspresi itu di wajah Aria. "Aku akan memberikanmu satu botol sebagai oleh-oleh. Kamu mau yang mana?"
Wajah gadis itu langsung berubah cerah. "Semillon."
Mario mengangguk dan menggumamkan sesuatu pada penjaga toko anggur miliknya, Louis. Tangan Mario menyerahkan satu botol wine ke tangan Aria. Hal itu disambut dengan senyuman lebar. Aria bahkan langsung berjalan ke mobilnya sambil memeluk sebotol wine itu. Apa dia sudah terlanjur mabuk? Batin Mario bingung. Tapi jalannya masih sangat lurus meskipun dia memang terlihat sedikit mengantuk.
Ditambah lagi sekarang gadis itu hanya berdiri di samping mobil Mario sambil memeluk satu botol wine. Matanya menatap hamparan perkebunan anggur di depannya dalam diam. Mario menghampirinya dan berdiri di sampingnya dalam jarak aman. "Kamu bisa masuk angin jika terlalu lama berdiri di sini. Cuacanya cukup dingin."
Gadis itu menoleh dan mendengus ke arah Mario. "Aku baru saja minum wine dan aku pakai mantel. Sekarang rasanya terlalu panas jika aku masuk ke dalam mobilmu."
Mario mengangguk mengerti. "Lalu kamu hanya akan berdiri di sini menatap kebun anggurku?"
Aria menatap hamparan di depannya dalam diam. "Kebunmu sangat indah dan luas. Entah kenapa rasanya menenangkan."
Mario ikut menatap kebunnya. "Kebunku masih tergolong baru jika dibandingkan kebun orang lain di sini," Mario menunjuk ke bagian kirinya. "Di sana ada kebun milik Forrester. Umur kebunnya sudah sekitar lima puluh tahun. Kamu mau jalan-jalan sebentar ke sana?"
Aria mengerjap kaget. "Kamu mengajakku jalan-jalan ke kebun sainganmu?"
"Dalam berbisnis, kita harus menjalin hubungan yang baik dengan pesaing kita," Mario mengedikkan bahu. "Kalau kita tidak mengenal mereka dengan baik, kita tidak bisa mengetahui kelebihan dan kekurangan perusahaan mereka jika dibandingkan dengan milik kita. Setidaknya itulah yang aku pelajari dari saat aku kuliah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Piccolo (FIN)
Romance(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa lampau." -Ariana Elizabeth Palmer