"We're all bad in someone's story."
-Anonymous-
.
.
.
"Kamu bisa membantuku membuatnya."
Dahi laki-laki itu langsung berkerut. Dia menatap peralatan dan bahan di atas pantry dengan tatapan asing. Gadis itu mengeluarkan tiga kotak susu dari dalam kulkas. Matanya mengecek kembali bahan-bahan yang sudah dikeluarkan. Aria langsung menggulung lengan baju rajutnya dan mencuci tangan. Dari sudut matanya, laki-laki itu berdiri dan sedikit bersandar di meja pantry. Matanya sedang menatap beberapa bahan yang ada di atas meja.
"Cuci tanganmu dan bantu aku," Aria merebut bungkusan tepung terigu dari tangan laki-laki itu. Dia menunjuk kursi kayu di seberang pantry. "Kamu bisa meletakkan jasmu di sana jika kamu takut jasmu akan kotor terkena tepung."
"Kamu ingin membuat cemilan apa?" Tanya Mario sambil menyampirkan jasnya di senderan kursi kayu. Aria mengerjap sebentar ketika sadar laki-laki itu menuruti perintahnya.
"Kue kering gandum," Aria menyiapkan dua buah mangkuk besar. "Anak-anak menyukainya dan ini termasuk cemilan yang sehat."
Aria menyadari tatapan Mario turun ke tangannya. Tepatnya berfokus pada jari kukunya. Aria mengerjap pelan. "Aku baru membersihkan dan menggunting kuku tadi pagi," gumam Aria menjelaskan. "Karena hari ini aku ada rencana membuat cemilan untuk anak-anak."
"Kuku pendek memang lebih aman."
"Benar, tapi sedikit lebih membosankan."
Mario terdiam sebentar kemudian menatap bahan-bahan yang ada di meja. "Apa yang harus aku lakukan?"
Aria mengambil beberapa butir telur dan menyuruh Mario untuk memecahkannya. Laki-laki itu lagi-lagi menurut dan mulai sibuk dengan telur. Aria mulai menuangkan bahan dan mengaduknya dalam mangkuk. "Kenapa kamu memutuskan untuk datang berkunjung hari ini?" Tanya Aria yang tidak tahan dengan keheningan.
Mario mengocok telurnya dan menyerahkannya pada Aria. Tangan gadis itu langsung menuang telur ke dalam adonan. "Aku tidak sibuk pagi ini."
"Oh ya?" Tanya Aria dengan nada penasaran. Matanya menyipit. "Menurut Hannah, kamu adalah laki-laki yang selalu sibuk, terutama di Indonesia. Makanya kamu sangat jarang pergi ke luar negeri, apalagi untuk menyempatkan diri dan berkunjung ke sini."
"Itu dulu," gumam Mario pelan. Dia mengambil loyang dan mengolesinya dengan margarin. "Sekarang aku akan lebih banyak beraktivitas di sini untuk sementara."
"Berapa lama?"
"Entahlah, apa itu penting untukmu?" Mario mendengus. Dia menyerahkan loyang yang sudah dia olesi margarin pada Aria.
Aria mulai menyendokkan adonan kue keringnya di atas loyang. "Aku ingin mengembalikan jasmu."
"For God's sake, aku sudah bilang simpan saja jas itu."
Aria mendelik ke arahnya. "Aku tidak ingin berhutang budi padamu."
"Hutang budi untuk kemarin malam tidak bisa dibayar dengan mengembalikan jasku," Mario melipat kedua tangannya di depan dada sambil menyandarkan tubuhnya di pantry. Postur itu membuat lengan bisepnya mengetat di kemejanya. "Kamu hanya ingin merasa lebih baik karena sudah mengembalikannya padaku, meskipun kamu tahu kamu tidak bisa membayar pertolonganku semalam."
Selama beberapa detik gadis itu berhenti bergerak. Sepertinya dia tahu kalau itu memang benar. Aria meletakkan loyang berisi adonan kuenya ke dalam oven dan memasang timer. Dia berbalik pada Mario dengan tatapan tajam. "Memang benar," Aria berjalan mendekat pada Mario. "Kalau kamu tidak ingin jasmu kukembalikan, kamu ingin apa dariku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Piccolo (FIN)
Romance(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa lampau." -Ariana Elizabeth Palmer