"Own who you are."
-Lisa Hillyer-
.
.
.
Oktober 2018
"Kamu sendirian?"
Lamunan panjang seorang gadis terhenti karena dua kata itu. Sebelah tangannya sedang memegang gelas berisi cairan vodka. Ini adalah gelas ketiganya malam ini. Jumlah ini termasuk sedikit berhubung dia sudah duduk di dalam bar itu selama dua jam. Tidak seperti biasanya, dia juga tidak ingin berdansa. Padahal sejak tadi tiga orang sudah mengajaknya. Tapi dia hanya ingin minum dengan tenang sendirian.
Ini bukan hal aneh yang terjadi padanya. Sebenarnya dia memang sering tiba-tiba kehilangan mood-nya.
Kepala gadis itu menoleh ketika merasa dua kata itu tertuju padanya. Di sampingnya, ada seorang laki-laki berambut brunette yang sedang tersenyum padanya. Ini bukan pertama atau kedua kalinya dia dihampiri laki-laki di bar. Karena itu, gadis itu membalasnya dengan respon yang sama untuk semua laki-laki yang baru dia kenal. Bukan salahnya kalau besoknya dia tidak bisa mengingat setiap nama laki-laki yang dia kenal di bar. Semua itu karena memang kondisi dia sedang mabuk atau karena memang semua laki-laki di dalam bar tidak penting.
Sudut bibirnya tertarik ke atas dan dia mendekat ke arah laki-laki itu. "I'm good," gumam gadis itu dengan aksen Australia yang kental. "Dan ya, aku sendirian."
"Oh, kita sama," laki-laki itu tersenyum lebar. Di sudut kiri pipi kulit pucatnya tercetak lesung pipi. He's pretty cute, batin gadis itu berbisik.
"Mind if I join you?"
"Sure," gadis itu tersenyum kecil. Walaupun sebenarnya hati kecilnya menjerit tidak. Dia sebenarnya sedang malas berbincang basa-basi dengan orang baru yang tidak akan dia hubungi lagi esok hari. Tapi dia menegakkan tubuhnya dan memutar kursinya menghadap laki-laki itu. Bibirnya menyesap vodka di gelasnya sedikit. "Jadi, kamu tinggal di sini sejak kamu lahir?"
"Bukan di Sydney, aku lahir di Perth lalu pindah ke sini untuk kuliah dan akhirnya bekerja di sini," laki-laki itu menjelaskan setelah memesan sebotol bir pada bartender. "Bagaimana denganmu?"
"Aku lahir di Indonesia, ayahku keturunan asli Australia dan ibuku orang Indonesia," gadis itu mengedikkan bahunya. "Ibuku mulai cerewet ketika aku remaja dan masuk SMA di umur tujuh belas tahun, jadi aku memutuskan untuk sekolah dan melanjutkan kuliah di sini. Sama sepertimu, akhirnya aku tertarik untuk bekerja di sini."
"Ah, sudah berapa lama kamu tinggal di sini?"
"About eleven years, I think?" Gadis itu tertawa ketika melihat mata laki-laki itu membulat. Ini bukan pertama kalinya ada laki-laki yang terkejut dengan umurnya. "Ya, umurku sekarang 28 tahun. Akan menjadi 29 tahun di pertengahan tahun."
"Wow," laki-laki itu menggeleng. "No offense, but you look so young."
Gadis itu tertawa geli. "Kamu bukan orang pertama yang mengatakan hal itu," dia mengulurkan sebelah tangannya ke arah laki-laki itu. "Namaku Ariana Palmer, panggil saja Aria."
"Henry Turner," laki-laki itu membalas jabatan tangan gadis itu. "Kenapa kamu minum sendirian?"
"Aku lebih suka minum sendirian," ungkap gadis itu jujur sambil meneguk minumannya sekali lagi. "Rasanya lebih menenangkan dan tentunya, aku tidak perlu berpikir untuk memancing obrolan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Piccolo (FIN)
Romance(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa lampau." -Ariana Elizabeth Palmer