You'll know when you're a priority in someone's life because you'll have their time and attention.
-Boss Chick-
.
.
.
Mario memutari bibir cangkir dengan jari telunjuknya. Dia baru tiba di dalam sebuah kafe di pinggiran kota Sydney. Matanya beralih ke arah pintu kaca dan dia melihat orang yang dia tunggu tiba. Mario terus menatap gerak-geriknya sampai pria itu duduk dengan secangkir kopi di depannya. Pria itu berdeham sebelum melepas kacamata dan meletakkannya di atas meja. Kini mata mereka saling bertatapan selama beberapa menit singkat sebelum pria itu memecah keheningan mereka.
"Terima kasih karena sudah datang," gumam pria itu dengan suara pelan. "Aku tidak akan lama, kamu pasti harus segera kembali bekerja."
Mario mengedikkan dagunya. "Silahkan, langsung saja ke intinya, Tuan Palmer."
Pria itu berdeham. "Panggil saja aku George," dia menarik napas sebelum melanjutkan. "Aku yakin saat ini Aria tidak ingin bertemu denganku. Aku hanya ingin minta maaf karena aku meragukan hubungan kalian berdua. Aku bahkan menanyakan pertanyaan yang tidak pantas aku tanyakan padamu."
Mario mengangguk singkat. "Saat ini, Aria memang tidak ingin bertemu denganmu. Tapi aku penasaran, sebenarnya apa alasanmu meragukan hubunganku dengan Aria?"
"Aria adalah anak yang ceroboh dan penuh spontanitas sejak dia masih kecil. Dia tidak pernah takut mengambil keputusan dan selalu berani menghadapi konsekuensi tindakannya. Tapi aku sebagai ayahnya tahu bahwa dibalik semua itu, Aria adalah anak yang harus selalu dijaga karena dia selalu berusaha terlalu keras sendirian," tangan George terkepal di atas meja. "Aku tidak ingin kamu datang dan menghancurkan Aria karena kamu berhasil membaca semua itu. Melihatnya datang tiba-tiba bersama dengan seorang anak yang ternyata adalah cucuku dan juga denganmu, aku langsung merasa takut. Apa laki-laki ini menjebak putriku? Apa dia ingin memanfaatkan Aria untuk kepentingannya sendiri? Tanpa sadar aku mengeluarkan semua pertanyaan itu karena aku meragukanmu."
"Apa sebelumnya Anda belum pernah mendengar soal aku?" Tanya Mario setelah dia selesai memproses kata-kata George per kalimat.
"Aku baru mencari tahu soal dirimu saat kalian sudah keluar dari rumahku," George terdiam sejenak. "Aku menemukan banyak hal tentangmu. Seputar kekayaan keluargamu dan juga rumor miring," pria itu menggeleng pelan. "Terlalu banyak hal yang harus aku proses dari apa yang aku temukan di internet tentang dirimu."
"Sebagian besar apa yang Anda lihat di internet soal diriku tidaklah nyata," Mario meletakkan kembali cangkir kopinya setelah menyesapnya sedikit. "Semua itu hanya buatan keluargaku. Sebenarnya aku hanya cucu dari seorang konglomerat ternama di Indonesia. Ayahku sudah meninggal saat aku masih remaja sehingga aku menjadi kepala keluarga di usia yang cukup muda. Sebagian besar dari waktuku aku gunakan untuk bekerja dan mencari keuntungan dari hal lain di luar pekerjaanku. Dengan kata lain, baik di dalam atau di luar pekerjaan, aku hanya sibuk mencari uang dan keuntungan. Aku bahkan berpikir Aria cukup sial hingga dia harus bertemu denganku."
"Aku tidak berhak menghakimimu. Aku sendiri beberapa hari ini baru sadar bahwa aku bukan orang yang bisa memutuskan keputusan keluargaku sendiri dengan benar," George menghela napas. "Aku hanya ingin bertanya untuk terakhir kalinya, apa kamu yakin dengan dirimu yang sekarang? Apa kamu bisa menjaga Aria dengan benar?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Piccolo (FIN)
Romance(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa lampau." -Ariana Elizabeth Palmer