Joy comes to us in the ordinary moments.
We risks missing out when we get too busy chasing down the extraordinary.-Brené Brown-
.
.
.
Aria berjalan memutari pintu kamar Mario selama beberapa menit.
Sejak kemarin mereka kembali dari pemakaman, Mario terus mengurung dirinya di dalam kamar. Dia bahkan tidak mau makan malam bersama karena dia mau istirahat. Aria memakluminya karena mungkin Mario masih kaget dengan isi surat kakeknya. Tapi sekarang sudah jam dua belas siang dan Mario belum turun untuk sarapan juga. Entah kenapa Aria juga merasa ragu untuk mengetuk pintu kamar calon suaminya itu. Dia merasa sangat gelisah. Memang ini hari Minggu, tapi memangnya Mario tidak lapar?
Kaki Aria berhenti bergerak di depan pintu Mario. Dia menarik napas dalam dan memantapkan hatinya untuk mengetuk pintu kamar Mario. Tapi niatnya itu terhenti karena sosok itu membuka pintunya sendiri. Rambut Mario masih terlihat basah seperti dia baru saja selesai mandi. Dia memakai kaus abu-abu tipis dan celana santainya. Matanya menatap Aria dengan kaget dan bingung. Beberapa detik kemudian seulas senyum terukir di bibirnya.
"Pagi," gumam Mario pelan sambil berjalan keluar kamar dan menutup pintu di belakangnya.
"Pagi?" Aria mengerjap bingung ketika Mario melewatinya dan berjalan dengan santai ke arah tangga. Dia mengejarnya sambil menatapnya dengan tatapan tidak percaya. "Ini sudah siang."
"Oh iya ya, selamat siang kalau begitu," Mario berucap dengan santai. Kakinya berjalan menuruni tangga lalu ke arah meja makan. Sosok ibunya sedang duduk bersama dengan Mayra di pangkuannya. "Siang, Ma," gumamnya pada ibunya yang masih menatapnya dengan mata bulat.
"Siang," ibunya membalas dengan penuh kebingungan. "Kamu baru bangun?"
"Iya, kesiangan," Mario menghampiri putri kecilnya dan mencium pipinya. Mayra berseru girang sambil mengulurkan tangan mungilnya pada ayahnya. Mario menangkap sinyal dari putrinya dan langsung meraih Mayra dalam gendongannya. Dia duduk di meja makan sambil mengambil makanan yang tersedia di meja.
"Mario," Aria meletakkan gelas berisi kopi hitam di samping Mario dengan sedikit bantingan. Aria melirik sosok ibu Mario yang ternyata sudah melipir ke arah taman bunga kecilnya. Mungkin dia merasakan suasana aneh di antara mereka berdua. "Kamu beneran baru bangun?" Tanya Aria sambil mengambil tempat duduk di depan Mario.
Tangan Mario sibuk memindahkan sisa nasi goreng yang tersaji di meja ke atas piringnya. Aria langsung meraih Mayra untuk duduk di pangkuannya supaya Mario bisa makan. Laki-laki itu berdoa sebentar sebelum menyesap kopi hitamnya. Matanya kembali bertemu dengan mata Aria yang masih menunggu jawaban darinya. "Iya, aku beneran baru bangun."
"Kok bisa?" Tanya Aria tidak percaya. "Kamu tidak pernah bangun sesiang ini sebelumnya."
"Semalam aku sibuk bekerja," gumam Mario sambil menyendokkan nasi goreng ke dalam mulutnya. "Makanya tadi subuh aku baru tidur."
"Bekerja?!" Tanya Aria lagi seperti orang bodoh. Dia pikir Mario sibuk merasa sedih semalaman. Tapi rupanya laki-laki ini malah sibuk bekerja? Aria tidak percaya, dia benar-benar tipe pebisnis yang bekerja setiap menit. Benar-benar workaholic tingkat maniak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piccolo (FIN)
Romance(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa lampau." -Ariana Elizabeth Palmer