Never doubt your heart, it will always tell you the truth.
-Anonymous-
.
.
.
"Blue Mountains?"
Aria mengangguk semangat sambil menatap orang yang sedang menata furniture. Tiga minggu sudah berlalu sejak bazaar yang diadakan oleh Mario. Semua hasil keuntungannya benar-benar disumbangkan ke Affetto House. Aria mulai merasa kekayaan Mario terasa sangat janggal. Dia bahkan tidak membutuhkan suntikan dana atau donatur untuk mengadakan acara besar seperti itu di Sydney. Jika Aria bertanya langsung, Mario pasti tidak akan menjawabnya dengan jujur.
Dia kembali menatap Mario yang sedang berdiri di pojok ruangan dengan tangan terlipat di dada. Matanya menatap beberapa orang yang sedang mengangkat sofa warna kayu ke tengah ruangan. Rasanya Aria ingin mendengus memikirkan perdebatan konyol mereka karna warna sofa itu. Akhirnya Aria tetap mengalah karena Mario adalah kliennya. Dia harus puas dengan warna hijau dari kendi keramik yang ada di rak gantung di samping televisi.
Mereka bahkan sempat berdebat soal warna karpet yang akan diletakkan di ruang tamu. Mario menentang keras ketika Aria menyarankan warna putih pucat atau krem. "Jangan warna cerah, karpet itu fungsinya untuk diinjak dan aku tidak mau warnanya cepat kotor."
Aria mendesah panjang mengingat perdebatan hari itu. Itu adalah salah satu perdebatan dari ratusan perdebatan sebelumnya. Kaki Aria melangkah di atas lantai marmer rumah Mario. Dia berjalan mendekat hingga dia berada tepat di depan Mario. Hari ini laki-laki itu juga kelihatan tidak masuk akal dalam balutan baju kasualnya. Dia memakai sebuah sweater hitam dan celana jeans biru pucat yang melekat sempurna di tubuhnya. Rambutnya dia tata asal tanpa gel, membuat wajahnya terlihat sedikit lebih santai dari biasanya karena helaian poni halus yang jatuh ke dahinya.
Apa yang Tuhan pikirkan saat menciptakan laki-laki ini?
"Kamu belum pernah ke Blue Mountains sebelumnya 'kan?" Tanya Aria memastikan. Dia sudah susah-susah mencari destinasi liburan yang pas untuk Mario. Akan sangat mengecewakan kalau ternyata Mario sudah pernah pergi ke sana sebelumnya.
"Belum, tapi aku pernah dengar soal tempat itu," Mario memiringkan kepalanya sedikit. "Kamu mengajakku hiking di tengah musim dingin begini?"
Aria tertawa keras sambil memeluk papan notes di depan dadanya. "Hal yang bisa kita lakukan di Blue Mountains bukan hanya hiking saja. Mereka juga menyediakan spa, horse riding, ski dan bahkan ice skating."
Mata Mario bersinar sedikit. "Horse riding?"
Sudut bibir Aria langsung terangkat ke atas. "Kamu bisa menunggang kuda?"
"Aku dan sepupuku sering latihan menunggang kuda bersama sewaktu kami kecil," Mario mengangkat bahu. "Setidaknya kemampuanku cukup lumayan saat itu."
Aria mengangguk mengerti. "Kalau begitu, kita akan ke sana minggu depan. Kebetulan sekali penataan rumahmu bisa selesai minggu ini. Barang-barangnya juga sudah hampir datang semua."
"Senin depan?"
"Kamu bisa hari itu?"
"Bisa," Mario mengecek ponselnya. "Berapa lama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Piccolo (FIN)
Romance(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa lampau." -Ariana Elizabeth Palmer