22. Insomnia

2.8K 378 10
                                    

She was forever unexpected and I was drunk on that about her.

-atticus-

.

.

.


Aria bisa mendengar ricuhnya ruangan ballroom karena kedatangan mereka.

Mata semua tamu undangan menatap Aria dan Mario bergantian. Perhatian mereka kemudian beralih pada Mayra yang ada di dalam gendongan Mario. Aria bisa merasakan kaki di dalam heels-nya terasa bergetar. Sepertinya Mario menyadarinya karena tangan laki-laki itu meremas pinggang Aria pelan. Aria sedikit melirik Mario dan melihat laki-laki itu sedang tersenyum ke arahnya. Senyumnya terlihat percaya diri dan tidak gugup sama sekali.

"Smile," Mario berucap pelan sebelum membawa mereka berjalan masuk lebih ke dalam.

Aria berusaha untuk tetap tersenyum sampai mereka tiba di depan ibu Mario dan Martha. Keduanya langsung menyambut Aria dengan senyuman lebar. "Aku tidak pernah berpikir kamu bisa lebih cantik lagi dari kemarin," ucap ibu Mario setelah dia selesai memeluk Aria. Dia menyentuh kedua lengan Aria. "Cantik sekali."

Aria tertawa pelan. Kegugupannya berkurang berkat pujian ibu Mario. "Terima kasih, Tante."

"Kalung dan antingnya bagus," gumam Martha dengan senyum geli. "Seperti biasa, kakakku memang suka pamer."

Mario mendengus di sebelah Aria. Dengusan itu spontan membuat Martha tertawa lepas.

"Hai, hai!"

Suara itu muncul dari balik punggung Aria. Perhatian mereka semua langsung beralih ke sumber suara. Sosok Zoya dan Gavin muncul dan sedang berjalan ke arah mereka berdua. Mereka berdua juga memakai pakaian yang serasi. Zoya dengan gaun warna abu-abu dan Gavin yang memakai warna kemeja yang sama.
Hal yang membuat Aria bingung adalah mereka berdua tidak membawa Gillian, putri kecil mereka. Padahal Aria sudah sangat ingin bertemu dengannya.

"Kamu membawa Mayra?" Balas Zoya senang dengan senyuman lebar. Dia langsung berjalan mengulurkan tangannya di depan Mayra yang masih ada dalam gendongan Mario. "Halo, Mayra!"

"Bah!" Sapa Mayra sambil mengemut tangannya sendiri. Senyum Zoya spontan melebar.

"Kamu tidak membawa Gillian?" Tanya Aria dengan wajah sedih.

"Gavin tidak mengizinkan aku membawanya," Zoya mendecak sebal sambil melirik suaminya yang sedang berbincang dengan salah seorang tamu. "Dia bilang, dia masih belum siap foto anaknya tersebar di surat kabar atau internet."

Hal itu spontan membuat Aria menoleh ke arah Mario. "Apa seharusnya kita tidak membawa Mayra hari ini?"

"Mana bisa begitu," Mario mengecup pipi putrinya. "Aku ingin memperlihatkan putri tercantik di pesta ini kepada para tamu. Iya 'kan, piccola?"

"Ba-ba ya-ya!" Mayra membalas sambil menepuk pipi Mario dengan kepalan tangannya. Mario membalasnya dengan senyuman sebelum dia mengecup tangan putrinya.

"Jangan khawatir, ini hanya masalah Gavin yang terlalu protektif pada Gillian," Zoya tersenyum sambil menepuk pundak Aria. "Aku sendiri sangat ingin membawa Gillian ke sini karena aku kasihan padanya. Dia harus tetap di rumah bersama dengan pengasuhnya."

Piccolo (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang