9. Once Bitten, Twice Shy

3.1K 360 6
                                    

Do not define your identity based on the lowest points in your life.

-Mike Cernovich-

.

.

.

"Kamu sudah siap?"

Mario menahan senyum melihat Aria yang baru masuk ke dalam mobilnya. Wajahnya terlihat masih sangat mengantuk, terlebih lagi dia memeluk boneka penguin besar di depan dadanya. Matanya masih setengah terbuka dan wajahnya bebas dari make-up. Tampaknya dia baru saja bangun tidur dari ranjangnya dan bahkan lupa menyisir rambutnya. Rambut halus gadis itu mencuat keluar dari ikat rambut hitam yang dia kuncir asal. Dia menyandarkan kepalanya di jok mobil Mario dengan mata terpejam. Bukankah seharusnya dia yang bersemangat karena liburan ini adalah idenya?

Mobil Mario berhenti untuk membeli kopi dan sarapan. Aria seperti biasanya, memesan kopi mini dan juga muffin. Dia bahkan masih terlalu malas untuk makan saat Mario membawakan makanannya ke mobil. Ketika akhirnya dia menegakkan tubuhnya, Aria menyesap kopinya sedikit-sedikit tanpa menyentuh muffin-nya. "Makan juga muffin-nya, perutmu masih kosong tidak baik jika hanya diisi kopi," ucap Mario setelah selesai mengunyah breakfast sandwich yang dia beli untuk dirinya sendiri.

Aria mendengus sebal sambil mengupas kertas pembungkus muffin. "Aku tahu. Menurutmu ini ada hubungannya dengan kita yang berketurunan Indonesia? Sepertinya kita tidak pernah bisa minum secangkir kopi dengan perut kosong."

"Aku terbiasa hanya minum kopi di pagi hari," Mario meneguk kopinya kemudian meletakkannya di tempat gelas yang pinggir kursi mobil. "Tapi belakangan ini aku memang sangat lapar di pagi hari, mungkin karena aku tidak terbiasa dengan cuaca dingin di Sydney."

Aria menggigit kecil kue kecil di tangannya. "Aku sangat merindukan iklim tropis ketika aku pindah ke sini."

"Aku setuju," Mario mengangguk kembali fokus mengemudi. Perjalanan mereka hari ini sekitar dua jam. Setelah sarapan, matanya sekarang sudah terbuka lebar. Sementara Aria kembali terlelap usai menghabiskan sepotong muffin dan kopi dalam gelas mungilnya. Perjalanan itu berlangsung selama dua jam. Mata Aria spontan terbuka ketika Mario mematikan mesin mobil. Gadis itu awalnya menengok ke sekitarnya dengan wajah bingung.

"Kita sudah sampai?" Tanya Aria sambil menguap.

"Baru saja sampai," Mario melepas sabuk pengamannya. "Aku akan turun duluan untuk mengangkat barang."

Mario keluar dari mobil untuk menerima kunci pemberian penjaga resort yang sudah menunggu di depan. Dia kembali ke mobil dan menggeleng ketika melihat Aria masih diam di kursi mobilnya. Mata gadis itu masih setengah terpejam dan tangannya masih memeluk boneka penguin besar. Mario rasanya sangat ingin menghampirinya dan mengacak rambut gadis itu karena gemas. Pikiran itu langsung dia buang dan dia langsung membawa barang mereka masuk ke dalam resort yang mereka sewa selama seminggu.

Mario rasanya ingin langsung tersenyum ketika dia masuk ke dalam. Hangatnya perapian dan wangi kayu langsung menyapa hidungnya. Tempat itu terlihat seperti sebuah kabin yang sangat nyaman. Terlebih dengan penataan dan dekor yang sangat sesuai dengan suasana gunung dan alam. Dia tidak meragukan selera Aria ketika memilih resort. Lagi-lagi instingnya benar soal ini. Sosok Aria muncul dan ikut berdiri di sampingnya sambil menginspeksi tempat itu dengan mata mengantuknya.

"This looks cozy," lanturnya sambil memeluk penguinnya erat. Kepalanya kemudian menoleh ke arah Mario. "Kamu suka tempatnya?"

"Suka," Mario menatap seisi ruangan itu dengan tatapan meneliti. "Dulu aku sempat berpikir ingin membeli tempat istirahat yang jauh dari perkotaan. Tempat ini membuatku semakin ingin membelinya."

Piccolo (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang