10. Raisin & Chocochip

3K 383 10
                                    

You don't need closure, you just need to give yourself permission to move on.

-Steve Harvey-

.

.

.


Aria terbangun ketika hidungnya mencium aroma masakan.

Gadis itu menegakkan tubuhnya dengan tiba-tiba. Matanya menatap kamar dalam kabin yang Mario sewa. Udara dingin menggelitik kulitnya. Tubuhnya saat ini tengah berselimut bulu tebal dan bajunya bahkan belum diganti. Sepasang sepatu boots yang dia gunakan semalam ada di pinggir ranjang. Dia bahkan tidak ingat bagaimana dia bisa ada di atas ranjang. Apa mungkin Mario yang mengangkatnya ke dalam kamar?

Kesadaran itu membuat Aria langsung buru-buru bangkit dari ranjang. Dia menyambar handuk dari kopernya sebelum masuk ke toilet. Kakinya melangkah keluar kamar dengan ragu setelah selesai menyikat gigi dan mencuci muka. Indra penciumannya langsung menangkap wangi yang entah kenapa tidak asing. Matanya kemudian menangkap punggung Mario yang ada di dapur. Mulut Aria terbuka sedikit. Ternyata Mario benar-benar memasak untuk mereka pagi ini.

Pipi Aria memanas karena membayangkan Mario mengangkat tubuhnya dari mobil semalam. Dengan keberanian yang tersisa di dalam dirinya, gadis itu berjalan ke arah dapur. Dia membuka rak kayu di samping Mario untuk mengambil gelas bersih. Suara dan gerakan gadis itu sepertinya berhasil mengalihkan perhatian Mario dari masakannya. "Selamat pagi," ucap Mario kemudian kembali mengaduk makanan di atas pan.

Aria fokus menuang air putih ke dalam gelasnya. Dia baru menjawab setelah puas menelan cukup air putih di tenggorokannya yang terasa kering. "Pagi," balas Aria pelan. Gadis itu menengok ke tangan Mario yang sibuk mengaduk. "Kamu masak nasi goreng?" Tanyanya takjub setelah mengerjap beberapa kali.

Mario melipat bibirnya ke dalam mulut. "Iya."

"Kamu masak nasi pagi-pagi?" Aria membuka rice cooker mini yang ada di atas pantry. Masih ada uap panas yang keluar dari benda itu. Masih ada sisa sedikit nasi putih yang tidak dimasak oleh Mario. Aria menelan ludah ketika merasa tenggorokannya kembali kering. Padahal dia baru saja minum tadi. "Aku bahkan baru tahu kalau mereka menyediakan rice cooker," gumam Aria teramat pelan.

Kepalanya masih sibuk memproses semua yang terjadi semalam dan pagi ini. Mario yang menggendong atau menyeret tubuhnya ke dalam kabin. Mario yang sengaja memasak nasi goreng untuk sarapan mereka. Bukankah laki-laki ini adalah orang yang sama dengan orang yang dia temui di bar sebulan lalu? Kemana perginya Mario yang mengaku tidak punya hati itu? Semua yang dia lakukan untuk Aria justru mengatakan sebaliknya. Aria mulai berpikir kalau Mario suka bermain lawan kata. Karena apa yang dia katakan sangat berlawanan dengan apa yang dia lakukan.

"Mereka tidak punya rice cooker," Mario berucap sambil menambahkan penyedap. Dia mencicipi sesuap. "Aku menghubungi pemiliknya semalam dan dia bilang dia punya rice cooker di kantor pemasarannya. Jadi tadi pagi aku mengambilnya ke sana, sekalian lari pagi."

Aria mengerjap untuk kesekian kalinya pagi itu. "Kamu lari dari sini ke kantor resort?"

"Iya."

"Kenapa?"

Mario berhenti mengaduk. Matanya menatap wajah Aria sebentar sebelum dia menjawab. "Kamu suka nasi goreng."

Aria mematung. "Kamu melakukan semua ini hanya karena aku suka nasi goreng?"

"Semalam kamu makan sangat sedikit. Aku pikir kamu tidak begitu menyukai steak. Tapi aku ingat kamu pernah bilang kalau kamu merindukan nasi goreng," Mario mematikan kompor. Dia membagi porsinya menjadi dua piring. Aroma bawang goreng dan kecap menggelitik hidung Aria. "Ingat saat kita makan di Nusantara? Kamu juga makan nasi goreng dengan lahap. Kebetulan aku tahu cara memasak nasi goreng yang enak, jadi aku buat saja untuk sarapan pagi ini. Dan masalah lari pagi, aku memang sering melakukannya tiap hari sebelum berangkat kerja."

Piccolo (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang