16. Bitterballen

2.8K 391 8
                                    

If you see someone without a smile, give them one of yours.

-Dolly Patron-

.

.

.


"Terima kasih untuk hari ini."

Aria melihat Mario tersenyum tipis. Meskipun di dalam mobil itu gelap, Aria bisa merasakan tatapan Mario terarah padanya. Mereka baru saja sampai di depan rumah Aria setelah menjemput Mayra di rumah Annette. Mayra sendiri saat ini sedang tertidur pulas di dalam gendongannya. Aria bersyukur mobilnya saat ini cukup gelap untuk menutupi sebagian wajahnya. Karena saat ini dia merasa jantungnya berdegup sangat keras, seperti akan keluar dari dadanya.

"Sama-sama," Mario membalas dengan senyuman yang terdengar di suaranya. "Kamu menikmati makan malam hari ini?"

"Iya," Aria berdeham pelan. "Mereka semua sangat baik padaku."

"Zoya dan Niken memang sangat baik," Mario mengangguk setuju. "Tapi bagaimana pendapatmu soal Gavin dan Leon?"

Aria berpikir sebentar. "Leon juga sangat mudah terbawa suasana dan ikut mengobrol. Sangat friendly dan fleksibel, tidak heran dia sanggup membangun perusahaan sendiri dari nol. Kalau Gavin, kupikir dia lebih observatif dan hati-hati dalam berbicara. Tapi menurutku itu bisa jadi karena dia sepupumu," bibirnya tersenyum samar. "Mungkin dia hanya belum yakin denganku."

"Aku belum pernah mengenalkan teman kencanku pada Gavin sebelumnya, sudah jelas jika dia bersikap seperti itu," Mario menggeleng pelan. "Aku harap itu tidak membuatmu tersinggung."

Aria mengibaskan tangannya. "Mana mungkin aku bisa tersinggung? Aku sudah pasti akan melakukan hal yang sama jika aku punya sepupu yang tiba-tiba membawa seorang perempuan yang akan dia nikahi."

"Benar juga," Mario tersenyum kecil sebelum senyum itu kembali pudar. "Kamu benar-benar menikmati malam ini?"

Aria menoleh ke arah Mario. Kali ini bibirnya melengkung tanpa rasa ragu. "Iya, aku benar-benar senang malam ini."

"Baguslah," Mario mendesah lega. "Bagus jika kamu merasa terhibur. Belakangan ini kamu terlihat lelah bekerja dan sedikit murung."

Rongga dada Aria terasa sangat penuh ketika mendengar ucapan Mario. Dia baru sadar bahwa ini adalah tujuan utama Mario. Ternyata Mario sengaja mengajaknya makan bersama mereka karena dia ingin menghibur Aria. Mario bisa membaca mood Aria dan berusaha menghiburnya. Entah sudah berapa lama dia tidak merasa dijaga seperti ini oleh orang lain. Dia merasa aman dengan Mario.

"Aku harus memberikan keputusan akhirku minggu ini 'kan?" Tanya Aria setelah dia sempat terdiam beberapa menit.

Mario sendiri terdiam sejenak sebelum merespon. "Iya. Tapi jika kamu memang butuh waktu lebih banyak-"

"Aku bisa memberikan keputusanku akhir minggu ini," Aria menatap Mayra sekilas di gendongannya. "Tapi kamu harus datang ke sini hari Sabtu siang."

"Baiklah, Sabtu siang."

"Kamu bisa makan siang di rumahku," Aria menelan ludah. "Aku berencana memasak makan siang akhir minggu nanti."

Piccolo (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang