Berangkat

578 73 5
                                    

Zila melepaskan pelukannya, menatap Bianca. "Umi ... Zila lanjut kerja lagi ya," ujar Zila. Bianca hanya tersenyum dan masuk kembali ke dalam.

Zila memegangi selang lalu menyiram bunga mawar dengan sedikit tersenyum.

Ia bersenandung riang yang sedikit berjoget sehingga membuat Nini menggelengkan kepala melihat Zila.

Selesai dengan tanaman, Zila mengambil pe'lan dan air. Ia mulai mengepel bagian ruang tamu dengan perlahan agar terlihat kinclong.

Setelah mengepel, Zila pergi ke dapur sambil membawa ember plus pelan. Ia taru di kamar mandi setelah itu berjalan keluar mendekati Nini.

"Nini, Zila harus bantuin apa?" tanya Zila memasang wajah puppy eyes.

"Tidak perlu, Zila. Hari ini majikan kita akan keluar Negri, jadi kita tak perlu masak hari ini," jawab Nini.

"Oh, gitu ya? Yaudah deh, Zila kedepan dulu," pamit Zila.

Saat di depan, Zila memotong tumbuhan cemara. Dengan telaten Zila merapikannya agar terlihat rapi.

Tin, tin!

Klakson berbunyi ketika mobil milik Gibran telah sampai di balik gerbang. Zila berlari, mendorong gerbang tersebut. Mobil Gibran langsung masuk dan di taruh ke garasi.

Karena hari mulai siang, Gibran sudah selesai dengan pekerjaannya. Maka dari itu, dia balik lebih awal.

"Lelet bangat sih!" omel Gibran menyalang matanya melihat Zila.

"Ma - maaf," cicit Zila menunduk.

"Bawakan ke dalam," titah Gibran memberikan tas kantornya. Zila mengambil tasnya setelah itu mengekor dari belakang mengikuti Gibran  ke dalam.

Gibran duduk di sofa sambil menggulung lengan bajunya, ia menjambak rambutnya kebelakang.

Zila yang melihatnya susah payah menengguk salivanya, ternyata Gibran bisa menggoda iman seseorang juga. Dirinya memang ganteng, menuruni Abinya.

"Kenapa ngelihatin?! Buat minum sonoh, aku haus," perintah Gibran. Zila menaruh tas Gibran disofa, ia berlari ke dapur membuat minuman untuknya.

Zila kembali lagi dengan memegang gelas yang berisi jus mangga. gelas itu ia taruh diatas meja. Saat hendak pergi, langkah Zila terhenti ketika Gibran melarangnya.

"Siapa yang suruh pergi? Gak sopan bangat jadi pembantu!" sinis Gibran mengguyur jus ke mukanya Zila.

Sedangkan Zila, hanya pasrah dengan perlakuan Gibran. Apalagi ia hanya seorang pembantu dirumahnya.

Zila menangis dalam diam, perbuatan Gibran bener-bener keterlaluan. Ingin rasanya Zila pergi namun, dirinya bingung harus tinggal dimana jika sudah diluar.

Vero yang baru datang dari kantornya  tersentak kaget melihat perlakuan putranya terhadap asisten rumah tangganya.

"Gibran!" teriak Vero, Gibran melirik Abinya.

"Apa-apaan kamu?! Keterlaluan sikap kamu!" sambung Vero dengan mata menyalang.

"Belain teruss!" balas Gibran dengan nada meninggi. Gibran menyandang tas kantornya dan berlari ke kamar atas.

Vero hanya menatap Gibran dengan tatapan sendu, menatap balik kepada Zila. "Maafkan perlakuan Gibran, Nak," lirih Vero.

"Tidak apa-apa, Abi," tukas Zila tersenyum. Vero pamit masuk, berjalan ke atas untuk pergi ke kamar nya.

_

Bella dan Lenah sudah berada dibandar, mereka menumpangi pesawat yang pergi ke Indonesia. Senyum jahat Lenah terus mengembang, dendamnya akan di mulai.

"Ingat pesan mama, Bella," kata Lenah menatap anaknya.

"Iya, Ma. Bella tahu," sahutnya dengan malas.

Kini pesawat yang mereka tumpangi telah terbang menuju Indonesia. Selama di perjalanan balik, Bella hanya menatap rumah dari dalam pesawat.

"Tolol juga nih, anak," monolog Lenah.

Sungguh ibu yang tidak punya hati, balas dendam anak yang jadi korban. Apalagi Bella tidak tahu menua tentang masalah yang sebenarnya di masa lalu, hanya saja Lenah sudah mencampuri garam di atas ceritanya.

Jadi dengan gampangnya Bella terhasut oleh omongan Lenah.

_

Bianca, Vero, Gibran, serta Zila dan Nini sedang berada di depan rumahnya. Bianca dan Vero berpamit untuk pergi ke Australia, karena ada urusan dari perusahaannya.

"Abi berangkat dulu. Gibran ... jaga rumah baik-baik. Perusahaan juga, awas aja kalau ada masalah," ancem Vero.

"Siap Abi!" seruh Gibran. "Umi jaga kesehatannya selama disana, jangan terlalu cape nanti sakit," omel Gibran, membuat Bianca terkekeh geli.

Namun berbeda dengan Zila, diam seperti patung kalah mendengar perhatian dari Gibran ke Uminya. "Muka dua!" ketus Zila dalam hati.

Bianca dan Vero masuk ke dalam mobil, sesekali Bianca melambaikan tangan untuk perpisahannya.

Mesin mobil di hidupkan lalu di jalankan kejalan raya menuju bandara. Gibran menatap mobil orang tuanya yang sudah jauh pun kembali masuk.

Tapi sebelumnya, ia menyuruh Zila menutup gerbangnya. "Tutup!" suruh Gibran tanpa melihat Zila.

Zila berlari kecil, mendorong gerbangnya agar tertutup. Ia mengunci rapat-rapat dan berjalan masuk.

"Baru ditinggal sudah kangen sama Umi," lirih Zila lemas.




Enjoy reading✊😉
Tekan bintang⭐

Bos Gantengku GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang