"Lalu apa?" tanya Gibran menatap tajam.
"Aku kangen, bos," ungkap Bella tersenyum.
Jiso yang mengintip dari atas tangga, merasa aneh dengan Bella. Kaya ada sesuatu yang bakal terjadi disini.
Jiso menyipitkan matanya, kalah melihat gerak-geriknya Bella yang sedang berbincang dengan Gibran.
"Kecentilan bangat," cibir Jiso, langsung menuruni anak tangga menghampiri mereka.
"Ekhem!" Jiso berdehem seraya ingin menganggu mereka.
Dengan sangat pedenya, Jiso duduk di tengah-tengah mereka, yang membuat Bella marah.
'Lihat saja nanti,' batin Bella tersenyum remeh ke arah Jiso.
Jiso menyengir tanpa dosa ketika melihat mereka berdua menatap ke dirinya. "Ups! Sorry," ledek Jiso menutup mulut.
"Ngapain sih, Kak?" tanya Gibran membuang muka.
"Ganggu kalian," ungkap Jiso.
"Perempuan, gila!" umpat Bella dalam hati.
Jiso bangkit, meninggalkan mereka ketika rencananya berhasil.
_
Jiso pergi ke kolam renang samping rumah, di sana ia duduk dan kakinya di celupkan di air.
"Rasain luh, makanya jangan main-main sama Jiso," ujar Jiso bangga.
Tanpa sepengetahuan, Bella sudah berada di belakangnya. Karena ia tadi sempat mengikuti langkah Jiso yang ingin pergi.
Tanpa berlama, Bella mendorong Jiso dari belakang. Ia menyeburkan tubuh Jiso ke dalam kolam yang kebetulan airnya sangat dalam.
Dari kecil hingga sedewasa ini, Jiso memang tidak bisa berenang. Maka dari itu sebabnya.
"Ahh! Tolong!" teriak Jiso melambaikan tangan dari dalam air.
Bella tersenyum kemenangan. "Cewe bego."
Bella segera pergi dari tempat itu, takut ketahuan dengan Gibran. Zila yang berada di dapur tiba-tiba mendengar teriakan orang minta tolong langsung di cari sumber suaranya.
Zila mencari di setiap sudut ruangan, namun tidak ada. "Arahnya dari kolam renang," gumam Zila, dirinya berlari cepat dan mendekati kolam renang tersebut.
Mata Zila tertangkap dengan sesosok gadis yang tengah melemah di kolam renang. Seketika Zila panik, ingin sekali Zila menolong tapi ia pun tidak bisa berenang.
Zila berteriak seraya minta tolong. "Tolong!" teriak Zila panik.
Gibran dan Bella berlari dari dalam mendekati Zila dipinggir kolam.
"Kenapa?" tanya Gibran nafas naik turun.
"Kak Jiso," lirih Zila menunjuk Jiso yang sudah terapung di air.
Mata Gibran membola sempurna. dengan cepat, Gibran melompat lalu mendekati tubuhnya ke Jiso.
Gibran menyeret tangan Jiso kepinggir kolam. Zila dan Bella membantu menaikinya di darat.
Napas Gibran turun naik, syok dengan Bibinya. "Siapa yang dorong, Kak Jiso?" tanya Gibran menatap tajam ke mereka berdua.
"Zila, bos. Tadi Bella lihat sendiri," jawab Bella cepat, melirik sekilas.
"Bukan Zila bos, bener. Zila gak tau," timpal Zila tak terima, dirinya di salahkan dalam hal yang sama sekali ia tak mengetahui dari awal.
"Jujur aja sih. Secara luh,'kan benci sama Gibran, hm ...," balas Bella, mencoba memanasih hati Gibran.
"Eng-gak, bos." Zila menggeleng cepat, matanya mulai berkaca-kaca supaya Gibran tak memarahinya.
"Keterlaluan kamu, Zila!" bentak Gibran matanya sudah memerah.
"Bos ... Zila beneran gak ngelakuin ini," lirih Zila melemah.
Gibran berdiri, menatap nyalang kepad Zila. Tanpa menit pun, Gibran melayangkan tamparan keras ke Zila.
Plak!
Plak!
Dua tamparan mendarat mulus di pipi Zila, awal putih kini membiru. Zila memegangi pipinya sembari menahan sakit yang amat luar biasa.
"Pembantu sialan!" gertak Gibran menghinah Zila.
Bella hanya tersenyum kemenangan melihat Zila di perlakukan kasar oleh Gibran. Padahal, ini semua ulah dirinya.
Gibran menggendong tubuh Jiso masuk ke dalam yang di ekori oleh Bella dan meninggalkan Zila sendiri di sana.
"Aku kecewa," gumam Zila memandang mereka yang sudah hilang.
Zila menghapus air matanya dengan kasar, lalu berlari masuk ke dalam.
_
Jam 20.20 malam.
Kini sikap Gibran berubah drastis semenjak kejadian tadi sore. Gibran tak mau bicara lagi dengan Zila, sehingga membuat Zila berkecil hati.
Bella sudah pulang dari tadi, karena dirinya ingin merayakan kemenangan kali ini yang sudah membuat Zila di marahi oleh Gibran.
"Bos mau makan apa? Biar Zila buatkan," ujar Zila tersenyum, Gibran hanya diam tanpa menjawab.
"Bos ...," panggil Zila pelan.
Gibran melirik sekilas, lalu membuang mukanya lagi ke tempat lain. "Gak usah sok perduli!" sindir Gibran.
"Maaf," cicit Zila menunduk.
"Pergi sana!" usir Gibran, Zila hanya mengangguk dan meninggalkan Gibran sendirian di ruang tengah.
"Sikap bos berubah banget," gumam Zila menatap Gibran dari kejauhan.
Zila tersenyum kikuk, lalu masuk ke kamarnya. Tubuhnya di hempaskan di atas kasur, matanya menatap atas yang bernuasa biru langit.
"Kenapa hidupku selalu begini?" monolog Zila sambil mengeluarkan air mata.
Di sisi lain. Gibran tengah berbaring di atas kasur sembari memikirkan kejadian tadi. Sebenarnya siapa yang salah?
"Apa aku terlalu kasar?" tanya Gibran dalam hati.
Gibran mengambil ponsel di atas nakas, ia membuka galeri dan nampak banyak gambar Zila yang sedang membereskan rumah.
Selama ini, Gibran selalu memotret aib Zila secara sembunyi dan Zila tak mengetahuinya. "Cantik," ujar Gibran memandang foto Zila yang sedang tersenyum memakai baju sederhana.
Bibir Gibran terangkat sempurna. "Maafkan aku," lirih Gibran mencium fotonya.
Tak lama, hawa kantuk mulai menyerang dan Gibran langsung menutup matanya lalu memasuki alam mimpi.
_________
Vote beb, jangan lupa!!
Kalau ada pemasukan, silakan komen yaa.
Happy reading🌻.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Gantengku Galak
Fiksi Penggemar[FOLLOW SEBELUM BACA. JANGAN LUPA, TINGGALKAN BINTANG AKANG TETEH😉] Menjadi seorang pembantu bukan kemauan Zila. Akan tetapi, memang sudah jalannya untuk lebih maju dari sebelumnya. Siapa sangkah, kalau nanti dirinya akan berjodoh dengan majikanny...