Zila berjalan melewati Gibran yang tengah bersantai di sofa. Tanpa berkata ataupun melirik, Zila melanjutkan jalannya menuju dapur.
"Pembantu gak tau diri!" kesal Gibran sambil memaikan ponselnya.
Di dapur, Zila tengah mengoseng-ngoseng bumbu ayam suir. Hari ini, ia berniat untuk menyiapkan makan malamnya menggunakan itu.
"Nini, tolong ambilkan garam." Nini meraih garam di lemari, memberikannya pada Zila.
Zila membuka tutup garam, menyendok secukupnya lalu di taburkan di atas bumbu. Ia mengoseng-ngoseng terus hingga matang.
Zila mencicipinya, ternyata bumbu sudah pas. Ayam suir sudah matang, Zila menuangkannya kedalam mangkuk. Ia menaruh pancinya kembali.
"Coba Nini, cicipi," saran Zila. Nini menyendok sebagian ayamnya, meyuapkannya kedalam mulut ia. Dan terdapatlah rasa nikmat dari situ.
"Ini enak bangat, kamu pinter masak ternyata," puji Nini, membuat Zila sedikit malu.
"Nini jangan muji Zila berlebihan. Zila cuman tahu sedikit kok tentang masak," elak Zila.
"Masak apaan?" tanya Gibran tiba-tiba. Yang membuat Nini dan Zila serentak menatap ke arah suara.
Gibran meraih ayam suirnya, memakannya dengan perlahan. Gibran mengedip-ngedipkan matanyaa saat merasakan kelezatan.
"Siapa yang masak?"
"Zila, bos," jawab Zila menunduk.
"Masakannya gak enak," timpal Gibran langsung meninggalkan mereka berdua.
Zila menatapnya dengan tatapan sedih, melihat ayam suirnya dapat pujian tidak enak dari Gibran.
"Jangan di dengar, ini enak kok," puji Nini tersenyum.
_
Malam pun tiba, Gibran sedang menonton televisi sambil memakan ciki. Ia sangat menikmatinya malam itu, tidak ada yang menganggu dirinya.
"Zila!" teriak Gibran. Zila menghampiri Gibran di ruang tamu, lalu menunduk takut.
Gibran bangkit dari duduknya, melihat Zila secara rinci. Kepalanya di miringkan untuk menatap wajah Zila dengan jelas.
"Siapa yang suruh nunduk?! Kebiasaan bangat kamu, kamu kira saya setan gitu?!" bentak Gibran mencengkram dagu Zila dengan kasar.
"Kau numpang di sini, jadi harus bersikap sopan!" sambung Gibran.
Plak!
Plak!
Dua tamparan mendarat dengan mulus di pipi Zila. Dirinya menahan tamparan Gibran yang amat dasyat sakitnya. Pipi yang mulus, kini berubah menjadi biru.
"Gak usah cengeng!" bentak Gibran, pergi meninggalkan Zila yang sedang mengeluarkan air mata.
"Hiks ... tahan Zila." ia mencoba memberi semangat untuk dirinya agar bisa menghadapi perlakuan kasar dari bosnya.
Disisi lain, Rizan tengah menatap malam yang cerah, bintang-bintang nampak banyak. Rizan bosen diam dirumah, ia berniat pergi kerumahnya Gibran.
"Mau kemana Rizan?" tanya Arman--papanya.
"Main kerumah Gibran," jawab Rizan, memasuki mobil lalu menjalankannya ke arah rumah Gibran.
Rizan membawa mobilnya cukup cepat sehingga tak memakan waktu lama, ia sudah sampai di depan rumah Gibran.
Tin, tin!
Zila berlari, segera membukakan gerbang untuk mobil Rizan. Rizan mengkerutkan dahinya saat melihat gadis cantik berada di rumah Gibran.
Rizan memasuki mobilnya di halaman rumah Gibran, ia turun sedikit bergaya. Rizan mendekati Zila yang sedang menutup pagar.
"Kau siapa?" tanya Rizan.
"Aku Zila, pembantu baru dirumah bos Gibran," sahut Zila sedikit tersenyum.
"Oh. Aku Rizan temannya Gibran," imbuh Rizan mengulurkan tangan, tentunya Zila menerimahnya.
"Ekhem!" dehem Gibran. Terpaksa Rizan melepaskan tangannya dari Zila lalu menatap Gibran dengan tatapan kesal.
"Ngapain deket-deket dengan pembantu?" tanya Gibran songong.
"Gak boleh gitu, walaupun dia pembantu, hargain sedikit Bran," Balas Rizan sesekali melirik Zila yang sedang nunduk.
Gibran tak mendengarkan perkataan Rizan, dirinya memilih masuk meninggalkan mereka berdua.
oOo
Ini cerita lanjutan dari cerita Bianca dan Vero. Aku ganti judul!
Enjoy reading😉
Tekan bintang⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Gantengku Galak
Fanfic[FOLLOW SEBELUM BACA. JANGAN LUPA, TINGGALKAN BINTANG AKANG TETEH😉] Menjadi seorang pembantu bukan kemauan Zila. Akan tetapi, memang sudah jalannya untuk lebih maju dari sebelumnya. Siapa sangkah, kalau nanti dirinya akan berjodoh dengan majikanny...