Taman

356 48 12
                                    


Zila memegangi pipinya yang bekas ditampar barusan. Ia menatap sendu ke arah Gibran.

"Apa salahku, bos?" tanya Zila berlirih.

"Aku tidak suka denganmu!" sini Gibran.

"Kalau tidak suka dengan Zila, izinkan aku membawa dia kerumahku," timpal Rizan yang benar-benar membawa Zila pergi jauh dari hadapannya.

"Aku tidak akan mengizinkannya!" hardik Gibran, lalu melengos pergi.

"Kau egois, Bran!" teriak Rizan melihat Gibran yang mulai hilang dari pandangannya.

Rizan menoleh kepada Zila, hatinya merasa kasihan olehnya. Rizan menarik tubuh Zila kedalam dekapannya. Ia mengelus puncuk kepala Zila.

"Sabar ya, kamu pasti bisa," ujar Rizan menyemangati Zila.

Zila mendongak ke atas, ia tersenyum. "Terima kasih," balas Zila kembali memeluk Rizan.

_

Gibran termenung didalam kamar, semenjak kejadian tadi. Pandangannya menatap lurus kedepan tanpa menoleh kesamping.

Tok, tok!

Tak di hiraukan, dirinya masih terpokus. Akhirnya yang diluar pintu pun masuk.

"Bos ...," panggil Zila pelan.

Gibran diam, tak menyauti panggilannya. Sila hanya menarik napas pasrah, ia mendekati Gibran.

"Bos belum makan, Zila sudah membuatkan makanan untuk bos," ujar Zila ramah.

"Gak usah sok perduli! Kau lebih senangkan, bila ada Rizan disampingmu!" ketus Gibran melirik Sila sekilas lalu kembali ke semula.

"Tidak bos. Lagian Rizan bukan siapa-siapanya, Zila," sahut Zila berjongkook di hadapan Gibran sambil tersenyum.

Tidak salah lagi, Rizan cemburu bila ada sahabatnya di dekat Zila. Takut berbicara, namun yang kena imbasnya Zila.

"Kau bohong! Buktinya tadi, kau ditembak oleh Rizan. Apa kau senang? Pasti senang dong, secara dia kan baik!" sindir Gibran.

"Bos, dari pada dikamar mending kita ke taman yuu," ajak Zila sumringah.

"Tidak mau!" tolaknya.

"Ayolah, bos. Mumpung cuacanya sejuk," rengek Zila mencoba membujuk Gibran.

"Tidak!"

"Bos ...," lirih Zila memasang puppy eyesnya.

Hati Gibran tersenyum, tapi tidak bibirnya. Ia berusaha menahan semua itu, agar tidak terlihat lemah.

"Yaudah," pasrah Gibran.

Zila langsung tersenyum, ia berdiri dan menarik tangan Gibran keluar kamar.

Gibran dan Sila duduk di rerumputan saat sudah sampai di taman. Mereka menikmati suasananya. Mereka bermain gelembung dengan diiringi suara candaan.

"Bos, Zila beli minum dulu ya," pamit Zila yang dibales anggukan oleh Gibran.

Zila segerah pergi mencari minum, meninggalkan Gibran yang sedang meniup gelembung.

Zila segerah pergi mencari minum, meninggalkan Gibran yang sedang meniup gelembung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selang beberapa menit, Zila kembali ke taman. Ia membawa dua botol minum, lalu duduk disamping Gibran.

Gibran menoleh ke Zila. "Kau cape?" tanya Gibran sedikit bingung, melihat wajah Zila seperti itu.

"Tidak, bos," jawab Zila.

Sila memberikan minuman itu ke Gibran, dengan senang hati Gibran menerimahnya lalu menenggaknya sampai tinggal setengah.

"Bos haus?"

"Iya, aku haus."

Zila manggut-manggut sambil tersenyum. "Bos ... maafin Zila ya, Zila gak bermaksud seperti tadi," ucap Zila mengecilkan suaranya.

"Tidak apa-apa. Lain kali, jangan deketin si Rizan! Aku gak suka," sahut Gibran sedikit kesal.

"Maaf," cicit Zila menunduk.

Gibran mengangkat dagu Zila, wajahnya didekatkan secara perlahan.

Cup!

Gibran mencium bibir Zila cukup lama, sehingga Zila memukul dadanya. Karena Zila mulai kehabisan napas, Gibran melepas ciumannya. Lalu tersenyum ke Zila.

"Makasih," ujar Gibran berbisik.

"Buat?" tanya Zila bingung.

"Kissnya," sahut Gibran sedikit terkekeh.

"Iss! Bos nyebelin!" ketus Zila bersedekap dada sembari memanyunkan bibirnya.

"Ututu ... sini, sini. Aku peluk," ujar Gibran merenggangkan kedua tangannya.

Zila pun memeluk tubuh Gibran dengan erat, sang empu membalasnya tak kalah berat. Sifat dan sikap Gibran memang sering berubah-ubah.

Secara perlahan, Zila sudah mulai mengetahui semuanya yang bersangkutan oleh Gibran, termaksud sikapnya yang berubah. Kadang lembut, kadang kasar.

"Bos, lepasin! Zila gak bisa napas!"

Zila memberontak, napasnya sudah mulai menipis akibat pelukan maut dari Gibran. Dengan terpaksa, Gibran melepas pelukannya.

"Napas Zila sesak," lirih Zila memegangi dadanya.

"Sini, aku kasih napas buatan,"saran Gibran, Zila menggeleng cepat.

Gibran terkekeh melihat tingkahny Zila seperti bocil berumur 5 tahun. Bibirnya terangkat sempurna.

"Artinya I hate you, apa?" tanya Gibran melihat Zila.

"Aku benci kamu," jawab Zila.

"Kalau, I Love You?"

"Aku cinta kamu."

"I love you too," balas Gibran, membuat Zila kaget.

________

Sory for typo. Votenya, jangan lupaಥ⌣ಥ

Bos Gantengku GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang