Rizan melirik Zila yang menunduk, hati Rizan menjadi tak enak dengan perkataan Gibran kepada Zila.
"Jangan di dengarkan, Gibran emang kaya gitu orangnya," ujar Rizan tersenyum.
Rizan langsung menarik pergelangan Zila, tentunya membuat Zila kaget. Mereka masuk ke dalam, dan Rizan duduk di samping Gibran yang sedang terpokus oleh ponsel miliknya.
Zila pergi ke dapur untuk membuat minuman buat Rizan. Gibran menengok sekilas ke arah Rizan, ia kembali terfokus keponselnya lagi.
"Bran, kamu jangan kasar-kasar dong sama Zila. Kalau dilihat-lihat, Zila baik, cantik, pendiam gak kaya cewe diluaran sana," ungkap Rizan senyum-senyum sendiri membayangkan wajahnya Zila.
"Dih, kam bilang apa? Cantik? Beda sama cewe lain? Buka mata kamu!" sahut Gibran dengan sinis.
"Jangan terlalu benci, nanti jadi cinta," timpal Rizan terkekeh.
"Amit!" ketus Gibran, bersedakap dada sambil melipatkan kakinya.
"Sok-sok'an bilang amit!" cibir Rizan buat Gibran.
Zila menghampiri mereka berdua sembari membawa dua gelas jus. Zila menaruh jus itu di atas meja sambil tersenyum.
"Gak usah senyum!" ketus Gibran menatap Zila tajam. Sedangkan Rizan yang mendengarnya merasa kesal.
"Senyum Zila buat aku bukan buat kau!" tekan Rizan mengambil satu gelas jus.
"Iya,'kan Zila cantik," goda Rizan, Zila menggulung senyumnya dengan pipi yang sudah merah bak kepiting rebus.
"Pergi sonoh!" usir Gibran, tak tahan melihat Rizan bermesrah-mesrahan didepannya.
Zila berlari pergi meninggalkan mereka, perkataan Rizan membuat hati Zila bahagia.
"Gak usah ganjen bocah!" sindir Gibran sambil meminum jus.
"Aku bukan bocah! Inget, kita cuman bedah bulan bukan tahun!" balas Rizan meninggi.
Gibran memutar bola mata malas, mulutnya serta tangannya iya praktekan. "Iki bikin bicih! Ingit, kiti cimin bidih bilin bikin tihin."
Rizan mengusap dada, tak tahu lagi harus berbuat dengan perlakuan Gibran kepada dirinya. Menurut Rizan, Gibran benar-benar bikin darah Rizan naik.
"Ada perlu apa?" tanya Gibran, tersadar dengan kedatangan Rizan.
"Pengen nginep bro. Boleh,'kan?"
"Boleh, tapi jangan godain si Zila," jawab Gibran. Rizan hanya menganggu kan kepala pertanda ia ngerti.
Gibran bagkit lalu pergi ke kamarnya yang di ikuti oleh Rizan. Saat berada di balkon kamarnya Gibran, Rizan menduduki bangku. Ia masih membayangkan senyum manisnya milik Zila.
Gibran yang melihat Rizan seperti itu langsung mengangkat alisnya satu, ia menduduki bangku samping Rizan lalu menepuk bahu dirinya.
"Gak usah mikirin si Zila!" tekan Gibran disetiap kata.
"Kenapa? Kau cemburu?" tebak Rizan menggoda Gibran.
"Gak!" elak Gibran langsung membuang muka ketempat lain.
Rizan tertawa geli saat melihat Gibran menjadi salting. "Jangan terlalu benci."
Gibran tak menyauti, ia masih setia menatap ke yang lain dari pada menatap wajahnya Rizan.
"Ini semua gara-gara pembantu sialan!" umpat Gibran dalam hati.
_
Lenah dan Bella telah sampai di bandara, mereka menarik koper menuju mobil yang sudah di siapkan. Mereka ber2 masuk, lalu menutup pintu kembali setelah itu mobil di jalankan menuju apartemen.
"Membosankan," gumam Bella malas. Ia menompang pipinya dengan satu tangan sembari menghadap jendela keluar.
"Kamu baru pertama kalinya datang kesini, jadi sudah merasa bosan. Tapi kalau sudah terbiasa, enak kok," sahut Lenah lihat anaknya.
Sedangkan Bella hanya berdehem tanpa menengok ibunya.
Selang beberapa menit, mobil sudah sampai di apartemen. Mereka berdua keluar, membawa koper memasukinya dalam.
Lenah dan Bella memasuki lift, tak lama kemudian ia keluar menuju kamarnya. Disana Bella sangat kagum dengan kamarnya. Karena luas serta indah jika di pandang.
"Tidur gih, besok sudah mulai rencana kita," ujar Lenah, Bella hanya mengangguk menuruti ibunya.
oOoJangan lupa vote nya!!🌻
happy reading.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Gantengku Galak
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM BACA. JANGAN LUPA, TINGGALKAN BINTANG AKANG TETEH😉] Menjadi seorang pembantu bukan kemauan Zila. Akan tetapi, memang sudah jalannya untuk lebih maju dari sebelumnya. Siapa sangkah, kalau nanti dirinya akan berjodoh dengan majikanny...