"Kan sudah aku kembalikan," sahut Gibran terfokus dengan wajah ayu milik Zila.Zila memanyunkan bibirnya ke depan sambil melipatkan tangan di dada. Mukanya melirik ke arah lain tanpa melihat Gibran.
"Cie ... ngambek," goda Gibran mencoel dagunya Zila.
"Yuhuy, ponakanku!" teriak seseorang dari pintu depan, sehingga mereka berdua menengok kesumber suara.
"Kak Jiso," lirih Gibran saat sudah mengetahuinya.
"Siapa, bos?" tanya Zila melirik sekilas lalu kembali lagi menatap Jiso yang sedang menghampiri dia.
"Bibiku, adeknya Abi," jawab Gibran berdiri, merapikan pakaiannya yang sempat berantakan.
Zila pun berdiri, melihat Jiso antusias. Dirinya tersenyum ketika Jiso di sampingnya.
"Adik manis, siapa namanya?" tanya Jiso mencubit gemas pipi gemoynya Zila.
"Zila, nyonya," sahut Zila.
"Jangan panggil nyonya, panggil saja Kak Jiso," timpal Jiso membenarkan kata.
"Kamu siapanya Gibran?" tanya Jiso sedikit kepo.
"Saya pembantu di rumah ini," balas Zila sedikit menunduk.
"Tak usah menunduk, saya gak galak kok bukannya seperti dia!" sindiran keras di layangkan ke arah Gibran, membuat Gibran menatap jengah.
Zila tersenyum kikuk, tubuhnya seketika kaku. Wajah Jiso tidak terlalu menyeramkan, menurut Zila.
Bahkan kelihatannya ramah nan juga tidak sombong. Zila membuang napas legah.
"Ekhem! Di kacangin nih?" Gibran memutar bola mata malas, dirinya tak suka di diemin.
"Karena kamu gak penting!" balas Jiso sedikit meremehkan Gibran.
"Untung Bibi, kalau bukan ... dah gue potong lehernya!" batin Gibran merontah-rontah kesal, ingin rasanya mencabik tubuhnya Jiso.
Jiso dan Gibran akhirnya duduk, mungkin terlalu cape berdebat. Zila berlari kecil, menyiapkan minuman untuk mereka.
Jiso, atau di sebut Jihan Sofiah. Umur dirinya sudah memasuki 24 tahun, tak lama lagi dia akan memasuki kepelaminan bersama pasangannya.
Zila kembali, minuman di letakan di atas meja. Setelah itu, Zila kembali lagi ke dapur.
"Dia pacarmu, Gibran?" tanya Jiso pelan.
"Bukan," jawab Gibran dingin.
"Kakak Bianca, kapan balik?"
Gibran mengangkat kedua bahunya sambil mengkerutkan dahi.
_
"Kenapa rencana gue selalu gagal?!" monolog Bella, melempar semua benda ke lantai. Hingga kaca berserakan kemana-mana.
"Apa gue harus minta bantuan sama Mama?" sambung Bella berpikir terus. "Ahh! Tidak! Nanti malah di anggap remeh."
Bella menyandang tasnya, lalu keluar dari kamar. Berlari cepat menuju mobil di garasi.
Bella masuk ke dalam, mesin di nyalahkan. Setelah itu, ia jalankan ke tempat bersenang-senang, yaitu Club.
Setibahnya Bella di depan club, dirinya keluar dan masuk. Saat di dalam, banyak sekali jalang yang sedang melayani om-om.
Bella lebih memilih duduk di sebuah sofa pojok club. Mengambil kotak roko dan korek, disundut lalu di sebat.
Mengepus tiada henti, sungguh kenikmatan luar dalam bagi dirinya. "I Like," lirih Bella mendongakan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Gantengku Galak
Fanfiction[FOLLOW SEBELUM BACA. JANGAN LUPA, TINGGALKAN BINTANG AKANG TETEH😉] Menjadi seorang pembantu bukan kemauan Zila. Akan tetapi, memang sudah jalannya untuk lebih maju dari sebelumnya. Siapa sangkah, kalau nanti dirinya akan berjodoh dengan majikanny...