"Zila cape," keluh Zila prustasi.
"Hey! Siapa yang suruh berhenti? Ayo lanjutkan!" gertak Gibran mata melotot. Zila pun mulai berlari lagi sampai ia disuruh berhenti oleh Gibran.
1 jam Zila sudah berlalu, Zila pun duduk di lantai sembari menggibaskan tangan.
Gibran menghampiri Zila lalu duduk di depan tubuhnya. Ia menyodorkan segelas air putih, dengan senang hati Zila menerimahnya dan meminumnya dengan rakus.
"Kau cape, hm?" tanya Gibran tersenyum ngeledek.
"Cape bos, huwaa ... kaki Zila bengkak hiks. Ini gara-gara, bos," jawab Zila dramatis.
"Jangan bohong, aku tau kamu cuman berpura-pura!" ketus Gibran menatap Zila sedangkan Zila cuman menyengir tanpa dosa.
"Hukuman buat kamu, karena sudah bermesrah-mesrahan dengan orang lain di taman," ujar Gibran dingin.
"Bos cemburu?" tanya Zila menatap antusias.
"Tidak," jawab Gibran cepat.
Zila berdehem sembari menggelembungkan pipinya yang membuat Gibran merasa gemas.
"Bos ... kaki Zila sakit," lirih Zila mencoba berdiri namun selalu gagal.
"Sini, aku bantu," balas Gibran menompang tubuh Zila dan langsung di gendong ala karung beras ke kamarnya.
Gibran menurunkan tubuh Zila di pinggir ranjang, punggung Gibran sedikit membongkok agar bisa melihat wajah Zila dari dekat.
"Ke-kenapa, bos?" tanya Zila saat merasakan deruh nafas Gibran menerpah kulitnya.
"Kau lucu saat gugup seperti ini," ucap Gibran berdiri tegak sambil mengacak gemas rambut Zila, hingga Zila kesal.
"Istirahat lah, kau butuh banyak tenaga," titah Gibran lalu melengos pergi.
"Kenapa dengan hatiku?" monolog Zila memegangi dadanya.
Jam 20.24 malam.
Kini Gibran sedang melaksanakan makan malam tanpa adanya kedua orang tuanya.
Gibran mengunya dengan pelan sesekali mengetuk-ngetuk piring. Zila melihat Gibran seperti itu, dirinya langsung mendekat.
"Bos, gak baik kaya gitu." Zila mencoba menasehati Gibran, namun dirinya tak didengar oleh Gibran.
Prang!
Gibran membanting sebuah piring yang berisi makanan, emosi Gibran mulai memuncak. Zila tersentak kaget dengan perubahan Gibran yang sekarang.
Gibran bangkit dan berjalan menaiki anak tangga satu persatu menuju kamarnya.
Zila menatap punggung Gibran dari bawah yang sudah mulai hilang, apa dirinya salah berbicara?
Zila berjongkok, tangannya meraih semua pecahan kaca. Selesai dengannya, Zila menyapu hingga bersih. Pecahannya di bawa kebelakang untuk dibuang ketempat pembakaran sampah.
"Gibran marah lagi?" tanya Nini yang sempat mendengar benda jatuh.
"Iya, Ni. Zila juga gak tau apa masalahnya," jawab Zila, dirinya kembali berjalan.
Zila melemparnya ke tempat itu. Sehabis melempar, Zila berlari cepat masuk ke dalam.
Ia menarik nafas legah, akhirnya pekerjaan hari ini selesai. Zila mendekati kamarnya lalu masuk dan menutup pintu lagi.
Tubuhnya di hempaskan di atas kasur empuk, tangannya sebagai bantalan kepala Zila. Karena hawa kantuk mulai nyerang, Zila tertidur.
_
Tok, tok!
Zila mengetuk pintu Gibran, karena dari jam set6 sampai jam sekarang Gibran tak kunjung keluar. Apa dirinya sakit, jika sakit pasti terdengar suara menggigil namun ini tidak.
"Masuk!" titah seseorang dari dalam, Gibran.
Zila bernapas lega, secepat mungkin knop pintu dibuka dan langsung masuk mendekati dia.
"Kenapa?" tanya Gibran sembari menyisir di depan cermin, ia sudah rapi memakai jas serta sepatu untuk pergi ke tempat kerja.
"Sarapan sudah siap," jawab Zila tersenyum. Gibran hanya berdehem, masih terfokus dengan cermin.
Saat Zila hendak keluar tiba-tiba Gibran membuka suara sehingga Zila berhenti.
"Pakaikan aku dasi," pintah Gibran memberikan dasinya kepada Zila.
Zila mengambilnya, perlahan dasinya dikalungkan ke leher Gibran lalu memasangkannya sedikit berjingjet karena tubuhnya lebih pendek dari Gibran.
Gibran terfokus oleh wajah Zila yang berparas cantik. Pandangannya tetap tertuju oleh dia, Gibran sedikit tersenyum sehingga tak terlihat.
"Selesai!" seruh Zila.
"Terima kasih," sahut Gibran, menarik tangan Zila untuk turun kebawa sarapan pagi.
Tekan bintang⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Bos Gantengku Galak
Fiksi Penggemar[FOLLOW SEBELUM BACA. JANGAN LUPA, TINGGALKAN BINTANG AKANG TETEH😉] Menjadi seorang pembantu bukan kemauan Zila. Akan tetapi, memang sudah jalannya untuk lebih maju dari sebelumnya. Siapa sangkah, kalau nanti dirinya akan berjodoh dengan majikanny...