Chap.04

600 79 5
                                    

"Ak-ku ha-hanya bercanda, bos," serkah Zila tersenyum kikuk.

"Kau tau? Aku paling tidak suka namaku di sebut-sebut dari belakang!" bentak Gibran, Zila menunduk sedih.

"Siapa yang suruh nunduk?!" tanya Gibran dengan sedikit meninggi.

Zila mendongak secara perlahan, ia melihat wajah Gibran yang sudah memerah karena ulahnya.

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi mulus Zila, ia memegangi pipinya yang sudah membiru.

"Jangan pernah menyebut namaku!" tekan Gibran.

"Hiks, iy-iya bos. Maafin Zila," lirih Zila menangis.

"Dasar cengeng," ledek Gibran lalu pergi.

Zila melanjutkan pekerjaannya sesekali memegangi pipinya yang bekas tamparan dari Gibran.

"Gibran jahat," batin Zila.

Air mata Zila lolos dari pelupuk matanya, ia menangis sesenggukan. Sungguh malang nasib Zila, tidak ayahnya ataupun Gibran, sama-sama jahat dan membuat hati Zila sakit.

Zila menghapus air matanya, ia menaruh semua piring di tempatnya.
Zila mulai memotong sayuran di meja dengan telaten, pekerjaan seperti itu membuat Zila hobih.

Nini yang baru bangun menghampiri Zila di meja. "Lah udah bangun," ujar Nini menatap Zila.

"Iya, Ni. Zila sengaja bangun lebih awal agar pekerjaan rumah cepat selesai, nanti tinggal beres-beres di depan," sahut Zila masih terpokus memotong sayuran.

Nini memperhatikan pipi Zila yang membiru, ia menaikan alisnya. "Pipimu biru, kenapa?" tanya Nini.

'Kalau jawab jujur, nanti Gibran marah lagi,' batin Zila melongo.

"Gigiku bengkak, Ni," balas Zila. Nini menggelembungkan pipinya sambil mengangguk.

Nini memotong wortel, menaruhnya di baskom. hari ini, mereka berdua akan membuat bola-bola bakwan untuk majikannya.

Jam 08.45 pagi.

Zila sedang menyiram tanaman di depan rumah sambil bernyanyi. "Kalauku mandang kelip bin--"

"Jangan nyanyi, suaramu jelek!" sindir Gibran yang baru datang dengan memakai baju kantornya.

Zila kembali menunduk, takut dengan olehnya. Kejadian semalam membuat Zila trauma.

"Gadis bodoh," timpalnya lagi lalu memasuki mobil dan menjalankannya ke luar dari rumah.

Deg!

Bagai di tusuk beribuh jarum dan panah, hati Zila merasakan sakit saat dirinya di sebut gadis bodoh.

Air mata Zila kembali turun namun, dengan cepat Zila mengusapnya agar tidak di sebut gadis cengeng.

"Zila," panggil Bianca di ambang pintu. Zila menengok ke sumber suara, mendengar namanya di panggil segerah mendekat.

"Iya, Umi," balas Zila, berdiri di samping Bianca.

"Jangan di dengarkan perkataan Gibran, dia orangnya memang begitu. Tapi baik kok hatinya, kamu belum kenal jauh soalnya," jelas Bianca menatap Zila.

"Gibran memang cuek sama semua cewe. Tapi Umi yakin, dia bakal luluh dengan satu cewe nanti," pungkus Bianca, memberi semangat ke Zila.

Sila tersenyum manis pada Bianca. "Terima kasih, Umi," balas Zila memeluk tubuh Bianca. Bianca membalas pelukannya, ia merasakan senang dengan gadis yang satu ini.

"Jangan sedih lagi," cela Bianca, Zila tersenyum sembari mengangguk.

Enjoy reading😉
Tekan bintang⭐

Bos Gantengku GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang