Pasar malam🎡

482 44 10
                                    


Perlahan-lahan Zila melirik Gibran dengan gugup, takut dirinya akan disiksa lagi. Namun dugaannya salah!

"Ke-kenapa, kau lihatinku?" tanya Zila dengan badan bergemetar.

"Kamu kalo makan kaya anak kecil," jawab Gibran mengusap sudut bibir Zila menggunakan jempol tangannya.

Zila diam membisu, tak menyaka bahwa sifat Gibran mendadak seperti ini. Apa ada sesuatu yang ia rencanakan? Sehingga harus berbuat baik di depan Zila?

"Ma-maafkan aku," ujar Zila bangkit dari kursi, membereskan semua piring kotor lalu membawanya ketempat pembersihan.

Gibran menatap punggung Zila tiada henti, senyum kecil nimbul dari bibirnya. Entah kenapa, rasanya hati Gibran sangat nyaman jika dekat dengan Zila.

Gibran berdiri, menghampiri Zila sambil melihatnya. Perlahan tangan Gibran meraih piring kotor lalu ia bersihkan. Hati Zila tersenyum manis melihat sifat Gibran yang sangat berubah.

"Sini aku bantuin," pintah Gibran membawa piringnya ketempat khusus.

"Bos, tidak keberatan jika bos membantuiku?" Gibran menggeleng cepat.

_

Gibran menggenggam jari-jari Zila, menariknya keluar ke depan halaman. Sedangkan Zila serentak kaget, mengikuti langkah Gibran dengan cepat.

"Kita mau kemana?" tanya Zila saat sudah disamping mobil.

"Jalan-jalan," jawab Gibran langsung membuka pintu mobil buat Zila, sang empu pun menurut.

Gibran menutup pintu kembali, lalu mengitari mobil dan masuk. Mobil di jalankan ke jalan raya dengan kecepatan sedang. Zila mengerjap-ngerjapkan matanya, melihat Gibran.

"Kita mau kemana, bos?"

"Kepasar malam," sahut Gibran, fokus menyetir.

Tak memakan waktu, mobil yang dikendarahin oleh Gibran telah sampai didepan pasar. Mereka berdua keluar dengan posisi Gibran menggenggam tangan Zila.

Gibran menariknya masuk ke dalam, ia melihat banyak sekali permainan, makanan serta boneka.

Gibran mengajak Zila menaiki kereta, disana ia duduk berdampingan. Tangan Zila menggenggam erat tangan Gibran, sungguh Zila sangat takut naik kereta.

Saat kereta di jalankan, semua orang berteriak termasuk mereka berdua.

"Ahhh!" teriak Zila dag, dig, dug jantungnya karena kereta sangat cepat apalagi jalannya berlikuk-likuk.

Kereta berhenti, mereka turun sambil memegangi kepala karena merasakan pusing.

"Huwek!" Zila membungkam mulutnya saat hendak isi perutnya mau keluar. Ia cepat-cepat pergi ke kamar mandi dan memuntahkannya di wastafel.

"Gitu aja muntah!" ketus Gibran menyusul Zila.

Dikamar mandi, Gibran mendekati Zila lalu memijat tengkuk Zila agar semuanya keluar.

"Muntah kan saja, biar sedikit legah," kata Gibran pas Zila melirik ke arahnya.

Sehabis muntah, Zila mencuci mulutnya sembari membasuh mukanya agar terlihat segar.

"Huft! Pusing sekali," keluh Zila memijat pelipis keningnya.

"Kau tak biasa, ya?" tanya Gibran melihat wajah Zila sedikit lesuh.

"Iya," jawabnya singkat.

Mereka keluar dan langsung menuju mobil, karena Gibran merasa tak tega dengan kesehatan Zila yang sedikit lesu.

Gibran menancapkan gas lalu menjalankannya ke arah rumah tersebut. Dengan kecepatan penuh, Gibran pun sampai karena rumahnya tak sedikit jauh dari pasar malam itu.

Gibran keluar mengitari mobil, membuka pintu untuk Zila. Dirinya membantu Zila masuk ke dalam rumah.

Karena merasa tak sabar, Gibran menggendong Zila ala bridal style ke kamarnya Zila.

Gibran mendekati ranjang lalu menidurkannya secara hati-hati, ia menarik selimut hingga batas leher Zila.

Gibran tersenyum kepada Zila, namun sayangnya Zila tak melihatnya karena dirinya sudah tidur terlebih dahulu.

"Selamat malam." setelah mengucapkan kata itu, Gibran keluar meninggalkan Zila.




Tekan bintang⭐

Bos Gantengku GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang