Taman

420 45 3
                                    

"Bodoh," gumam Bella saat sudah di parkiran luar.

Bella pergi ke warung makan, karena dirinya saat ini benar-benar lapar akibat dirumah tak masak.

Bella duduk di bangku sambil memesan sebuah ketoprak oleh pedagangnya.

"Satu, pak," ucap Bella.

"Siap," sahut pedagang tersebut.

Bella merogoh ponselnya, ia bermain game sembari menunggu pesanan jadi.

_

Hari ini Zila akan keluar untuk mencari udara segar, karena dirinya terlalu suntuk jika di rumah terus.

Zila pergi ke taman, suasana hari ini benar-benar mendukung moodnya. Ia tersenyum bahagia sembari berputar-putar layaknya menari.

"Hay, cantik," Sapa seorang pria tiba-tiba datang.

"Iya."

"Duduk saja, gak baik berdiri," ujar pria tersebut. Zila pun duduk di bangku yang berada di dekatnya.

"Kenalin, aku Gavin." Gavin mengulurkan tangan kepada Zila, tentunya Zila menerimahnya.

"Aku Zila," sahut Zila sedikit tersenyum.

"Kau sudah punya pacar?" tanya Gavin melirik Zila.

"Bel--"

"Zilaa!" teriakan seseorang dari arah jauh. Suara khas itu tidak asing lagi bagi Zila, zila memutarkan badanya pelan-pelan dan terlihat lah Gibran yang sedang berlari menghampiri ia.

"Ngapain disini?!" tanya Gibran dengan nafas turun naik.

"Dan ini siapa?!" Gibran menatap tajam kearah Gavin.

"Hey, kamu yang siapanya Zila?!" Gavin bangkit, tak kalah tajam menatap Gibran.

"Gue pacarnya!" tekan Gibran di semua kata.

Deg!

Terkejod! Sungguh hati Zila tersentak kaget dengan ucapan Gibran. Apa katanya? Pacar? Nembak nya saja belum apalagi bicaranya!

"Buk--" belum sempat Zila ngomong, Gibran sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Diam kamu!" potong Gibran sambil membentak. Gavin diam membisu, tak tahu harus berbicara lagi.

Gibran menarik paksa Zila meninggalkan taman tersebut. Lalu Zila di hempaskan di dalam mobil saat pintu dibuka.

"Kenapa kau genit sekali?! Ngapain kamu di taman? Bukannya jaga rumah, malah bermesrah-mesrahan!" gertak Gibran membuat Zila menunduk takut.

"Kalau bos lagi ngomong tuh ditatap, bukan nunduk!" bentak Gibran langsung mencengkram dagunya Zila.

"Sa-sakit," lirih Zila mencoba melepaskan tangan Gibran.

"Ke-kenapa kau bi-bilang aku pa-pacarmu, bos?" tanya Zila sembari meringis saat dibagian dagunya merasakan di remas kuat.

"Aku hanya menyelamatkanmu saja," jawab Gibran menghempaskan tangannya dari dagu Zila.

Gibran mengitari mobil lalu masuk dan di jalankan di jalan raya. Sepanjang perjalanan, Zila hanya menangis sesenggukan akibat tadi.

Gibran memutar bola matanya malas, melihat Zila menjadi gadis cengeng. Gibran menambahkan kecepatan mobil sehingga mobil yang ia bawa melaju sangat cepat menerobos kendaraan lain.

"Bos pelan-pelan," pintah Zila ketakutan.

"Ini hukaman buatmu!" sinis Gibran semakin gencar membawa mobil.

Tak sampai 1 jam, mobil Gibran sudah sampai di depan rumahnya. Ia keluar sambil memainkan kunci mobil berjalan masuk meninggalkan Zila yang tengah di ambang pusing.

"Bos gila!" umpat Zila dengan kesal. Zila keluar dari mobil sembari berjalan sempoyongan bagaikan orang mabuk.

Zila pergi ke dapur sambil berlari melewati Gibran yang lagi duduk di ruang tamu.

"Pembantu sialan!" kesel Gibran setelah melihat Zila berlari di depan dia.

"Zila!" teriak Gibran menggemah diruangan.

Zila berlari dari arah dapur keruang tamu menghampiri Gibran dengan nafas naik turun.

"Iya, bos," sahut Zila sedikit membungkukan badannya akibat cape.

"Lari kamu! Bolak balik!" kesal Gibran bersedekap dada.

"Apa, bos? Lari?" kaget Zila membola matanya. Gibran mengangguk cepat sambil senyum meremehkan.

"Mau lari atau dicium?" tanya Gibran menaikan alisnya satu.

"Lari aja!" ketus Zila langsung berlari keluar dan kedalam bolak-balik.

Gibran mulai tertawa saat Zila merasakan cape. Keringet sudah membasahi wajah Zila sesekali Zila menyekanya.

"Haha, semangat Zila. Haha ... semangat!" seruh Gibran tertawa kesetanan.



Tekan bintang⭐

Bos Gantengku GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang