Demam🤒

544 49 11
                                    

Setelah mematikan telpon, Lenah kembali duduk di samping Bella. Dirinya mendengus kesal ketika disuruh balik ke Amerika oleh suaminya.

"Mama suruh balik," lirih Lenah.

"Yaudah, Bella aja yang jalanin ini," balas Bella. Lenah melihat Bella, senyumnya mengembang lalu memeluk.

_

Mobil sudah sampai di halaman rumah. Gibran, Rizan, dan Zila keluar dan masuk ke dalam. Wajah Zila kini membiru akibat tamparan Gibran, sungguh sakit plus perih yang ia tahan.

Zila terlebih dahulu ke kamarnua, ia ingin mengobati luka yang di pipinya. Setelah kepergian Zila, Rizan dan Gibran duduk di sofa sambil menyender.

"Bran, kayanya Lo jarang senyum sekarang," tebak Rizan, menyipitkan matanya ke arah Gibran.

"Gue malas senyum!" tekan Gibran setiap kata.

"Jangan gitulah," balas Rizan, menarik napas gusarnya. Gibran hanya berdehem lalu membuang muka ke arah lain.

"Kapan balik?" tanya Gibra.

"Lo ngusir?" Rizan berbalik nanya sambil memasang wajah kesal.

"Iya, gue ngusir. Biar lo gak deketin si Zila lagi," jawab Gibran santai.

"Cemburu?" goda Rizan naik turunkan alisnya.

"Eng -  gak," elak Gibran gugup.

"Ouh ... enggak ya? Hm, emang kali," goda Rizan sekali lagi membuat Gibran semakin salting.

"Terserah Lo dehh!" ketus Gibran menyenderkan punggungnya si sopa.

"Nanti malam baru balik," ucap Rizan, Gibran hanya mengangguk.

_

Malam tiba. Seperti perkataan Rizan, hari ini dirinya balik kerumah karena ada kerjaan kantor yang harus di urus.

"Jagain Zila, jangan disakitin," pesan Rizan kepada Gibran, sedangkan sang empu hanya mengangguk biar Rizan cepat pulang.

Mobil Rizan sudah keluar dari rumah Gibran, sedangkan Gibran hanya menatapnya hingga hilang. Setelah itu, Gibran kembali masuk.

Di sana ia mencari keberadaan bahkan di dapur pun ia mencarinya sampai-sampai bertanya pada Nini, Namun Nini tidak tahu dengan Zila.

"Zila kemana, sih?" monolog Gibran mengigit jarinya.

"Mungkin di kamar," sambungnya lagi. Tanpa berlama, ia menuju sebuah kamar yang dimana ada keberadaan Zila.

Kini Gibran sudah ada di depan kamar Zila. Hampir saja tangannya mengetuk pintu, tapi ia urungkan saat mendengar tangisan Zila.

Gibran mendekatkan telinganya di pintu lalu ia dengarkan perlahan.

"Zila kangen sama ibu," lirih Zila, yang suaranya masih didengar oleh Gibran.

"Ibu?" tanya Gibran dalam hati.

"Ayah jahat buk, sama Zila. Dia sudah ngusir Zila," sambung Zila sembari nangis dengan suara kecil.

"Ouh ... jadi itu yang membuat Zila bekerja disini," gumam Gibran lalu melengos pergi.

Gibran menaiki anak tangga menuju kamarnya, setelah sampai ia langsung masuk dan menutupnya lagi.

"Dih! Ngapain mikirin cewe itu sih?!" Gibran menggeleng cepat agar yang di otaknya terhapus akibat mikirin Zila.

Gibran menghempaskan tubuhnya di atas kasur, tangannya ia jadikan bantal untuk kepalanya. Dengan cepat, Gibran memasuki alam mimpi.

_

Malam berganti pagi. Sudah kebiasaan Zila bangun lebih awal agar bisa membereskan pekerjaan rumah cepat selesai.

Dengan cekatan, Zila memotong sayuran sembari mengaduk bumbu yang sedang dimasak sesekali Zila menyeka keringetnya.

Matahari semakin terik, Zila dan Nini sudah menyiapkan makan siang untuk Gibran, namun sang empu tak kunjung keluar.

Zila mendadak jadi khawatir, ia berniat ingin kekamarnya namun di tahan oleh Nini. Mungkin Gibran sedang tidur namun terlambat bangunnya.

Wanita itu berjalan pelan ke ruang tamu, ia membersihkan semua Gucci sesekali terbatuk akibat debu. Pikiran Zila tiba-tiba tertuju pada Gibran, enggak biasanya dia seperti ini.

Zila mendekati anak tangga lalu menginjaknya satu persatu keatas menuju kamarnya Gibran. Sesampainya di depan kamarnya, Zila mengetuk pintu dengan pelan.

Namun tak ada sahutan sama sekali dari dalam, akhirnya Zila masuk pelan-pelan. Ia melihat Gibran yang tengah tidur tetapi tubuhnya ditutupi selimut, padahal hari ini udarahnya cukup panas.

Karena Zila curiga, ia mendekati ranjang, lalu duduk di pinggirnya. Tangan Zila membuka sedikit selimut dan nampaklah Gibran tengah meringkuk sembari menggigil.

"Bos ...." panggil Zila menepuk bahunya Gibran.

"Di - dingin," lirih Gibran sambil memeluk kedua bahunya.

Tangan Zila ditempelkan di kening Gibran, terdapatlah suhu panas Gibran yang tinggi. Zila kaget, dirinya langsung bangkit.

"Gibran demam," gumam Zila setelah mengetahuinya. Ia keluar dari kamar Gibran berlari turun kebawa. Saat di dapur, Zila mengambil handuk dan baskom serta air.

Zila berlari lagi ke kamarnya Gibran dengan membawa alat kompres. Zila menaruh kompres di atas meja, lalu ia peras dan di tempelkan dikenaning Gibran.

Gibran membuka matanya perlahan saat merasakan sesuatu dikeningnya. Yang pertama ia lihat adalah sesosok gadis yang sedang didekat dirinya.

"Zi - Zila?" tanya Gibran sambil menggigil.

"Ini Zila bos," ujar Zila tersenyum.

Zila menyelupkan handuknya lagi kedalam baskom, lalu ia peras dan di taruh kembali di kening Gibran. Hati Gibran tersenyum saat mendapatkan perhatian dari Zila.

30 menit berlalu, demam Gibran mulai membaik. Zila bangkit, membenarkan selimutnya menutupi tubuh Gibran. Sedangkan Gibran, dia sudah tidur duluan karena merasakan hawa kantuk.

"Cepat sembuh, bos," ujar Zila tersenyum. Zila melangkah pergi namun tangannya tiba-tiba dicekal oleh Gibran.

"Temani aku, aku butuh kenyamanan," gumam Gibran matanya masih tertutup.

"Kenapa disaat dia tak sadar selalu berbicara lembut?" tanya Zila dalam hati.

Zila melepaskan cekalannya, tetapi tangan Gibran lagi-lagi mencekalnya sehingga Zila geram. Dirinya memberontak agar terlepas tetapi nihil.

Tekan bintang⭐

Bos Gantengku GalakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang