Udara pagi masih terasa, bahkan awan masih terlihat gelap. Namun, Gibran sudah berada di sekolah. Tujuannya datang sepagi ini, sekitar pukul 05.35 tak lain adalah karena akan ada rapat OSIS.
Satu Minggu lagi, sekolah akan mengadakan HUT yang ke tiga puluh tahun. Rencananya akan ada beberapa pentas seni dari masing-masing kelas, berbagai lomba, dan masih banyak lagi hal lain.
Di ruangan OSIS kini hanya ada Gibran dan Tasya-wakil ketua OSIS SMA Dharmawangsa, sekaligus siswi kelas XI IPS 1. Nama lengkapnya tak lain adalah Tasya Reygina Saputri.
"Gib, gue saranin ntar lo ikutan tampil ngisi pensi. Secara penggemar lo banyak tuh," celetuk Tasya untuk memecah keheningan.
"Kenapa tidak Anda saja?"
"Gue nggak punya bakat apa-apa. Lo kan pinter tuh main gitar sama drum."
"Lantas Anda bisa memenangkan debat Inggris tingkat nasional itu bukan bakat? Semua orang memiliki bakatnya masing-masing."
"Ah lo mah ngeles aja, tinggal jawab iya. Ntar gue satuin tuh sama anak kelas sepuluh."
"Ya sudah terserah Anda saja." Gibran terlihat pasrah mengatakan hal itu.
Mendengar hal itu, Tasya mengangguk antusias. "Deal, ya? Gue catet nih. Nanti lo bakalan tampil sama anak kelas sepuluh IPS empat."
Tak lama setelahnya, beberapa anggota OSIS lainya yang mulai berdatangan. Rapat pun dimulai dengan dipimpin oleh Ricki-ketua acara HUT tahun ini, yang sudah ditunjuk bersama pada rapat pertama waktu itu.
Ketika Ricki hendak mengutarakan pendapatnya, bel masuk lebih dulu dibunyikan.
"Baiklah, kita mulai rapat sekarang ...."
Acara rapat berlangsung dengan tenang, hingga saat waktu istirahat kurang dari 15 menit. Rapat itu sudah selesai dilaksanakan.
Kebanyakan dari mereka langsung memilih ke kantin, berbeda dengan Gibran yang berjalan menuju perpustakaan sekolah. Dia berniat untuk menciptakan sebuah lagu, untuk ditampilkan nanti di acara HUT. Perlahan, tetapi pasti rentetan kata sudah tertulis dengan indah. Dia tersenyum puas melihatnya.
Ketenangan di perpustakaan yang membuat Gibran dengan mudahnya merangkai setiap nada. Sebenarnya bisa saja dia menyanyikan lagu-lagu yang sudah ada, tanpa perlu bersusah payah. Namun, sepertinya akan lebih baik jika dirinya menciptakan lagu buatannya sendiri.
Walaupun Gibran belum mengetahui siapa partner-nya nanti, sebab Tasya hanya mengatakan jika partner-nya itu siswi kelas X IPS 4. Dia tidak terlalu mempermasalahkan soal itu, tetapi dia penasaran siapa yang dimaksudkan oleh Tasya itu. Terlebih ini adalah pertama kalinya dia ikut serta tampil pentas. Biasanya hanya mengisi bagian sambutan saja.
Tinggal sedikit lagi selesai, seseorang dari arah belakang datang mengagetkan Gibran. Orang itu justru memamerkan deretan giginya dan mengedipkan sebelah mata sambil menyerahkan secarik kertas kosong.
"Halo, Kak!" teriak Sherin antusias-orang yang membuat Gibran kaget.
"Anda tahu ini perpustakaan bukan? Kenapa Anda justru berteriak seperti tadi?"
"Yah, maaf, Kak. Lain kali nggak gitu lagi deh."
"Oke."
Saat Gibran ingin melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda, tiba-tiba Sherin kembali menyerahkan kertas kosong itu di tangannya-setelah sebelumnya ditolak.
Gibran masih terdiam, dia tidak berniat mengambil kertas itu. Baginya, siswi yang saat ini di depannya ini, benar-benar sering menganggu ketenangannya. Contohnya sekarang, dia mendadak lupa kelanjutan dari lagu yang akan dibuatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Formal Boy (END)
Ficção AdolescenteTentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah Sherina Aliesa Alexandra. Namun, hatinya justru berlabuh pada sahabat dekat Sherin. Selain percintaan, sebuah rahasia keluarga yang disembunyik...