Berbagai balon warna-warni dan pita yang tak kalah cantik menghiasai sebuah pohon yang terletak di tengah taman rumah sakit. Tak sampai itu saja, ada beberapa minuman boba yang tersaji di depan Sherin.
"Siapa yang ngelakuin ini semua?" tanya Sherin sambil celingukan mencari dalang dari semua ini.
"Gue ...."
Seseorang datang dari belakang Sherin, lantas mendorong kursi rodanya mendekat ke arah meja yang berisikan berbagai macam boba.
Orang itu adalah Reyhan. Yap! Ia sengaja menyiapkan semua itu atas kesadaran Sherin dari koma. Hal itu juga menjadi alasan ia tak pernah menjenguk Sherin kala koma, selain karena ego yang menguasai dirinya.
"Reyhan beneran yang siapin ini buat aku? Karena apa, Rey?" tanya Sherin.
"Karena lo udah sadar dari koma. Ya walaupun ini semua nggak seberapa, gue harap lo suka dengan apa yang gue siapin ini buat lo. Jujur, waktu gue denger lo udah sadar dari koma. Gue ikutan seneng dengernya," jawab Reyhan.
Kedua mata Sherin memanas ketika mendengar hal itu, ia tak menyangka kakak kelasnya ini akan berbuat hal di luar ekspektasinya. Sampai-sampai perlahan buliran air mata mulai membasahi kedua pipinya, padahal ia sudah berusaha untuk menahannya.
"Kenapa lo malah nangis?" Reyhan membungkukkan tubuhnya, lantas sejajar dengan Sherin yang berada di kursi roda.
"Aku terharu tahu! Nggak nyangka kamu bakalan lakuin ini semua buat aku. Padahal aku sempet ngira kamu itu yang nggak-nggak. Maaf, ya."
"Lah sekarang lo malah minta maaf, lo nggak salah apa-apa di sini. Gue juga heran kenapa gue mendadak bisa ngelakuin kayak gini, apa jangan-jangan karena gue suka sama lo ...."
Setelah dibuat menangis oleh Reyhan, kini Sherin dikejutkan lagi dengan pernyataan yang baru saja terlontar dari mulut Reyhan.
Melihat Sherin yang terbungkam. Reyhan segera melanjutkan perkataannya yang tadi.
"Gue tahu lo nggak punya rasa yang sama seperti yang gue rasain, karena lo suka sama orang lain. Gue juga nggak nuntut lo balas perasan gue. Lagi pula lo mau gue anggep adik, itu juga lebih dari cukup. Jadi, lo mau nggak jadi adik gue?"
Sherin mengangguk antusias, walau sebenarnya ia merasa tak enak pada Reyhan.
"Sekali lagi makasih, ya, Rey. Ups! Kak Rey." Sherin menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
Reyhan yang gemas akan tingkah Sherin, tak henti-hentinya mencubit kedua pipi dan mengelus rambut Sherin. Ia rasa hal itu akan menjadi hobi barunya.
"Sekarang nggak boleh nolak kalau aku panggil Kak Rey."
"Iya deh, iya. Adik manis."
"Ih, gombal!"
"Sama adik sendiri nggak papa 'kan?"
Mendengar hal itu Sherin merasa deja vu, ia pernah ada di posisi seperti sekarang dengan Rizal. Bedanya Rizal itu sahabatnya, dan Reyhan adalah kakak barunya. Jujur saja, ia senang bisa kenal sama mereka berdua.
"Kak Rey, siniin bobanya yang itu. Mau aku minum," tunjuk Sherin pada boba yang letaknya di sebelah pinggir kanan.
Reyhan lantas mengambilnya dan memberikan pada Sherin. Kali ini, ia benar-benar merasa menjadi sosok Reyhan yang lain. Bukan Reyhan yang biasa ia lakukan ketika bersama dengan orang lain.
Baru saja Sherin menyeruput minuman di tangannya, seseorang yang masih berseragam sekolahnya mengambil boba itu dari tangannya.
"Anda belum terlalu sembuh, jangan meminum minuman seperti ini." Gibran datang mengambil boba di tangan Sherin dan meletakkan kembali di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Formal Boy (END)
Teen FictionTentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah Sherina Aliesa Alexandra. Namun, hatinya justru berlabuh pada sahabat dekat Sherin. Selain percintaan, sebuah rahasia keluarga yang disembunyik...