Hari Minggu ini, Sherin berencana untuk mengajak Arinta pergi bersamanya. Menemani dirinya membeli novel di salah satu Mall, yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya. Kira-kira membutuhkan waktu sekitar satu jam lebih untuk sampai di sana.
"Rin, lo beneran mau ajak gue ke mall. Gue takut ntar yang ada gue malu-maluin lo lagi di sana."
"Nggak kok, Ta. Aku nggak pernah malu temenan sama siapapun selagi dia baik kepadaku. Lagipula untuk apa aku harus malu, toh kita juga sama-sama manusia, ya kan?"
Saat ini mereka berdua sudah berada di dalam taksi yang akan mengantarkan ke tempat tujuan.
"Oh ya, nanti selain aku mau beli buku di sana, aku juga sekalian mau nyanyi di grand opening restorannya tante aku, nanti kamu juga bisa kok nyanyi di sana juga, bareng aku."
"Gue nunggu lo aja, Rin. Itu pasti grand opening restoran mewah, gue nggak mau ntar bikin malu-maluin di sana."
"Suara kamu bagus, Ta."
"Maaf, Rin. Gue bener-bener nggak bisa."
"Ya udah deh, aku nggak bisa paksa kamu juga," ujar Sherin sambil menguap.
"Ta, kayaknya perjalanan masih jauh, aku tidur dulu nggak papa kali ya. Soalnya semalam habis begadang baca novel," lanjutnya.
"Iya, Rin. Ntar gue bangunin, lo tidur aja dulu."
Melihat wajah damai Sherin ketika terlelap dalam mimpinya, seketika Arinta teringat jika dia menyembunyikan sesuatu padanya. Mungkin untuk sementara waktu, dia tidak perlu tahu kalau dirinya bekerja di tempat Gibran. Entah sampai kapan rahasia ini tersimpan.
Tak lama setelah itu, mereka sampai pada tempat tujuan. Perlahan, tapi pasti Arinta membangunkan Sherin dengan cara menepuk pelan pundaknya. Sayup-sayup mata lentik itu terbuka, walau sedang menguap sekalipun. Sherin masih saja terlihat cantik.
"Udah sampai ya, Ta?"
"Iya, makanya gue bangunin."
"Ya udah yuk," ajaknya. Sebelum masuk ke mall, tak lupa Sherin memberi uang terlebih dahulu pada supir taksi yang mengantarkannya.
Suara-suara orang terdengar jelas di telinga mereka berdua. Mungkin karena ini weekend jadi mall terlihat ramai pengunjung, yah meskipun bukan hari Minggu sekalipun yang namanya mall pasti akan tetap ramai, kecuali jika di dunia orange juga terkena dampak Covid-19.
"Ta, itu ada promo beli satu novel gratis satu. Kita ke sana aja yuk, kan lumayan juga." Walaupun memiliki uang yang lebih dari cukup, yang namanya diskonan tentu harus dikejar.
Arinta hanya mengekor langkah Sherin, menurutnya pemandangan seperti ini jarang sekali dia lihat. Paling mentok juga biasanya supermarket, itupun jarang juga. Sesekali dirinya menatap kagum sudut mall itu, hingga tante-tante dengan pakaian mencolok itu menghampirinya.
"Dek, nggak pernah ke mall ya? Sampe segitunya norak tahu," ledek ibu itu.
"Iya, dari orang kampung ya?" sambung ibu yang satunya lagi.
Saat Arinta ingin membuka suara, Sherin lebih dulu berkata. "Maaf ya, Tante-tante, ini sahabat saya dan dia nggak seperti yang Tante omongin barusan, permisi." Setelah itu Sherin menarik pergelangan tangan Arinta.
"Rin, maafin gue ya ... baru juga masuk udah bikin lo malu," lirih Arinta.
"Udah lah, Ta. Jangan ambil hati omongan tante-tante itu, toh aku juga biasa aja kok, kamu nggak perlu minta maaf, lagian kamu kenapa jalan di belakang aku, kita kan sahabat jadi kamu jalan di sampingku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Formal Boy (END)
Teen FictionTentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah Sherina Aliesa Alexandra. Namun, hatinya justru berlabuh pada sahabat dekat Sherin. Selain percintaan, sebuah rahasia keluarga yang disembunyik...