"Iya, Kak. Kita ini hanya—"
Perkataan Arinta terhenti tatkala kedatangan seseorang. Orang itu merangkul Gibran sambil melirik ke arah Tasya.
"Udah keluar aja lo, Gib. Baru juga mau gue bukain." Sudah bisa dipastikan Deni yang datang dan mengatakan hal itu.
"Jadi, lo Den yang kunciin mereka di gudang?" tanya Tasya.
"Yoi, Sya. Gue ngelakuin ini semua juga karena Gibran itu—"
Dengan cepat Gibran membekap mulut Deni. Lantas berkata, "Bukan apa-apa, Sya. Sekali lagi terima kasih sudah membantu saya."
Diam-diam, Arinta pergi begitu saja. Tanpa pamit dari ketiga orang di sekitarnya.
Awalnya,Gibran berniat menyusul Arinta. Namun, ia urungkan tatkala mendapat telepon dari Bi Saras—asisten rumah tangganya yang mengatakan jika telah terjadi kericuhan di rumah, tetapi Gibran belum tahu pasti kericuhan apakah itu. Sebab dengan cepat ia memutuskan panggilan secara sepihak. Padahal sebenarnya masih ada hal yang mau dikatakan oleh Bi Saras.
Dengan laju kecepatan tinggi, Gibran mengendarai motornya. Bahkan berulang kali ia ditegur oleh pengendara lain lewat bunyi klakson yang terdengar bising. Semua itu ia hiraukan begitu saja, sebab entah kenapa setelah panggilan tad, hatinya merasakan jika terjadi sesuatu dengan Mamanya dan juga Bella.
Benar saja, saat sampai di rumah. Gibran melihat pintu depan yang terbuka lebar dan suara pecahan kaca membuatnya dengan segera berlari menuju sumber suara, yang tak lain berasal di ruang kerja almarhum papanya. Di dalam sana, ada Mamanya, Bella dan Bi Saras
Betapa terkejutnya saat Gibran melihat tangan mungil Bella mengeluarkan banyak darah, tangisan Bella pun mendominasi ruangan ini. Gibran segera mendekat ke arah Bella dan berusaha menenangkannya.
Kemudian Gibran melirik sebentar ke arah Mamanya. Pandangannya tertuju pada sebuah pecahan kaca yang dipegang oleh Mamanya itu, ia lantas bangkit dari duduknya, sebelum itu ia sempat meminta Bi Saras untuk mengobati luka ditangan Bella.
"Mama yang melakukan ini semua?" tanya Gibran.
"Iya, kenapa? Kamu nggak terima!" Elsa melempar kaca yang dipegangnya dan berujung kaca itu kembali terbelah belah.
"Bella salah apa sama Mama? Kalau Mama lupa, Bella itu masih kecil, Mah. Dia harusnya butuh kasih sayang kita sebagai keluarganya, bukan seperti tadi. Jujur, Gibran kecewa sama Mama."
"Apa kamu bilang? Keluarga?"
"Dia adik Gibran, Mah."
"Adik? Asal kamu tahu dia itu anak hasil perselingkuhan papa kamu dengan Rosa!"
Rosa, atau lebih tepatnya almarhum Rosa adalah asisten rumah tangga yang pernah bekerja di rumah Gibran, sekaligus ibu kandung Bella.
Gibran menggelengkan kepalanya tak percaya mendengar apa yang baru saja terucap dari mulut Mamanya.
"Mama pasti berbohong kan?"
"Untuk apa Mama berbohong! Selama ini Mama mendem itu semua demi kamu, Gibran! Sampai-sampai Mama hampir gila, setelah tahu kebenaran itu di saat papa kamu meninggal."
Elsa tanpa sadar menitikkan air mata. Serpihan memori pahit kembali teringat begitu saja, saat dimana ia tahu kebenaran jika almarhum suaminya itu berselingkuh dengan asisten rumah tangganya sendiri dan berhasil menghadirkan Bella. Hal itu yang membuatnya sempat tertekan dan depresi, serta benci dengan Bella.
Sementara Gibran hanya mampu terdiam, mencerna setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Mamanya. Selama ini ia pikir Mamanya mengalami depresi yang disebabkan belum ikhlas atas kepergian suaminya, tetapi justru ada kenyataan lain yang tak pernah terpikirkan olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Formal Boy (END)
Ficção AdolescenteTentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah Sherina Aliesa Alexandra. Namun, hatinya justru berlabuh pada sahabat dekat Sherin. Selain percintaan, sebuah rahasia keluarga yang disembunyik...