BAB 7

1.4K 195 291
                                    

Hari ini, tepatnya tanggal 12 November merupakan hari ayah nasional. Rencananya Sherin akan memberi kejutan pada ayahnya sebelum ia berangkat ke sekolah. Pukul empat dini hari, ia sudah terbangun dari tidurnya.

"Untung aja semalem ada Kak Gibran, coba kalau nggak ada. Bisa aja aku diculik cowok ngeselin itu, " ujarnya sambil melihat kue yang ada di kulkas.

Ini adalah pertama kalinya ia merayakan hari ayah sendiri, biasanya ia dibantu oleh kakaknya. Yap, Sherin mempunyai kakak kandung bernama David Andika Alexander, atau ia biasa memanggilnya kak Dika. Usianya beda tiga tahun dengannya. Saat ini dia berstatus sebagai mahasiswa di universitas yang ada di luar kota. Membuatnya jarang sekali bertemu. Dia merindukan kasih sayang seorang kakak, walaupun hampir setiap malam ia selalu menelponnya.

"Ternyata gini ya rasanya nyiapin semuanya sendirian, dulu kan aku selalu di bantu sama Kak Dika. Tapi sekarang ... yaudah lah nggak papa kerjain sendiri aja. Semangat Sherin!" Sherin menyemangati dirinya sendiri. Ia berniat untuk membuat makanan kesukaan ayahnya yaitu, capcay, udang goreng tepung, perkedel kentang. Sebenarnya ada satu menu lagi, oseng kangkung saus tiram. Namun, tidak jadi begitu melihat jam dinding ternyata sudah mepet.

Pada pukul setengah enam, akhirnya semuanya telah selesai dihidangkan. Sejenak Sherin mengintip ke kamar ayah bundanya. Ternyata mereka belum keluar dari kamar, semalam ia memang meminta bunda untuk menahan ayah agar tidak keluar dari kamar sebelum jam 6 tepat. Padahal kejutan ini sudah sering, bahkan setiap tahun selalu merayakannya. Tetapi, ayah selalu lupa dengan apa yang terjadi sebelum-sebelumnya. Mungkin karena terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantornya.

Tak lama setelah itu tepat pukul 6, Sherin sudah siap dengan seragamnya dan kue untuk ayahnya.

"Happy Father day, Yah. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, aku berharap ayah diberikan kesehatan, selalu sayang sama aku dan kak Dika. Dan terima kasih, Yah. Sudah banyak sekali berkorban buat keluarga, banting tulang buat keluarga, berangkat pagi pulang malam. Pokoknya aku sayang banget sama ayah." Sherin meletakkan kue tanpa lilin itu dimeja, lantas memeluk ayahnya dengan erat. Air mata pun tak kuasa turut mengalir membasahi pipinya.

"Ayah juga sayang sama kamu, Sherin. Jangan nangis dong, masa sudah SMA masih aja nangis, nggak malu dilihatin cicak hah?"

"Ayah bisa aja deh. Kita sarapan dulu, Yah. Aku masakin makanan kesukaan ayah lho."

"Terima kasih sayang." Sherin mendapat ciuman hangat di dahi oleh ayahnya.

-----

"Kak Gibran mana kejutannya? Katanya aku dapat kejutan?" tanya Bella pada Gibran yang tengah memakai sepatunya.

"Nanti malam Kak Gibran ajak Bella main ke pasar malam mau?" Dengan antusias Bella menganggukkan kepalanya.

"Dan kejutannya adalah ... ini boneka mermaid untuk Bella." Gibran kemudian menyerahkan boneka karakter mermaid pada Bella. Semalam setelah insiden pertemuan dengan Sherin, Gibran membelikan itu untuk Bella sebagai kejutan.

Kedua mata Bella berbinar, seolah mendapatkan segudang emas. Dia sangat suka dengan apapun itu yang berbau mermaid.

"Terimakasih, Kak Gibran. Bella sayang banget sama kakak."

"Kakak juga sayang sama Bella. Oh ya Kak Gibran berangkat sekolah dulu ya, nanti malam Bella siap-siap ke pasar malam, oke?!"

"Oke, Kak."

Selesai mengikat tali sepatunya, Gibran beranjak menuju kamar mamanya untuk pamit. Walau dia tahu respon yang didapatkannya hanya diam. Ingin sekali rasanya kembali ke masa lalu, saat semua masih baik-baik saja, hanya ada tawa dan keharmonisan dari keluarga.

"Mah, Gibran berangkat dulu ya. Gibran sayang sama Mama." Gibran mengecup singkat dahi mamanya yang tengah terdiam di kursi rodanya menatap pantulan dirinya.

"Bi Saras, nanti kalau ada apa-apa sama Mama, segera hubungi saya."

"Baik, Den."

"Saya berangkat sekolah dulu." Kemudian ia berjalan menuju motornya yang sudah terparkir di halaman rumahnya lantas melesat menuju SMA Dharmawangsa.

Sesampainya di sekolah, Gibran bertemu dengan Deni yang kebetulan lagi memarkirkan motornya di sebelahnya.

"Woi Gib, ntar malam ada pasar malam di deket rumah lo kan? Lo kesana nggak? Gue mau kesana, siapa tahu ada cewek-cewek yang mau jadi pacar gue," ujar Deni sambil menaik turunkan sebelah alisnya dan kedua tangan yang stay di saku celananya.

"Saya nanti malam akan pergi kesana, bersama dengan Bella."

"Wah pas tuh, gue ikut. Dah lama gue nggak ketemu dedek gemes. Jam tujuh ntar gue ke rumah lo, sekalian gue ajak Si Reza juga."

"Terserah, yang terpenting jam tujuh tepat sudah ada di rumah Saya." Setelah berucap seperti itu, Gibran meninggalkan Deni yang masih menetap di atas motornya.

Bruk ...

"Maaf, Kak. Aku nggak lihat jalan," ucap seorang cewek yang menabraknya. Cewek itu kemudian berkata, "wah kebetulan, Kak! Kita ketemu disini, jadi aku nggak perlu ke kelas Kak Gibran."

"Ada apa?!"

"Ini aku bawain bekal lagi buat Kak Gibran. Plis kali ini dimakan ya ... jangan kaya kemarin, malah dikasih ke temannya." Gibran menerima kotak bekal berwarna merah muda itu dari tangan Sherin.

"Eh, Kak. Jangan dibuang dong!" seru Sherin tatkala melihat Gibran berjalan ke arah tempat sampah.

Hampir saja dahi yang mulus itu membentur tembok, ketika dia hendak mencegah Gibran agar tidak membuangnya, untuk sebuah tangan kekar menghentikan langkahnya.

"Siapa bilang saya mau membuang ini, hah?" tanya Gibran sambil membuka kotak bekal itu dan melahapnya. Memang ia belum sempat sarapan di rumahnya.

Sepertinya dugaan Sherin salah lagi, dulu dia menduga bahwa bekal itu akan diterima tapi, berujung diberikan pada temannya. Namun, sekarang? Justru kebalikannya. Emang dunia ini serba terbalik ya?

"Saya harap ini yang terakhir kali Anda memberi saya seperti ini." Tak membutuhkan waktu lama, bekal itu sudah habis dilahapnya.

"Baru juga dua kali aku ngasih, ini juga pertama kalinya Kak Gibran mau makan. Emang masakan aku nggak enak ya? Eh tapi kalau nggak enak kok bisa habis? Atau jangan-jangan Kak Gibran paksain? Kalau emang nggak enak bilang aja, Kak. Ntar aku bisa belajar lagi sama bunda atau lihat YouTube. Menurut Kak Gibran kurang ap-"

Perkataan Sherin terhenti, terganti oleh bel masuk yang berbunyi sangat nyaring. Semua murid seakan lenyap, kala bel itu berbunyi. Termasuk Gibran yang sudah tidak ada lagi di depannya.

"Hush, ditinggal lagi. Ini bel masuk kurang ajar banget ya, nggak ngerti situasi dan kondisi apa?!"

.
.

Bagaimana dengan BAB 7?

Kalau ada yang salah kata atau apapun, coba Coment dong. Biar tahu letak kesalahannya dimana.

Jangan lupa tekan tombol bintang dibawah 👇 🌟

Sekian dan Terima kasih.

Sampai ketemu di BAB 8

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Formal Boy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang