BAB 3

2.4K 271 348
                                    

SMA Dharmawangsa merupakan salah satu sekolah favorit di Jakarta, selain dikenal karena muridnya yang cerdas. SMA ini mempunyai beragam keunggulan lainnya. Banyak piala yang terpajang di lobi sekolah, bukan hanya muridnya saja yang menyumbang piala tersebut, melainkan beberapa guru juga kerap memenangkan perlombaan.

Sebagai contoh muridnya yaitu Gibran, sudah banyak sekali piala yang dia sumbangkan untuk sekolahnya, mulai dari perlombaan akademik maupun non-akademik. Selain Gibran, Sherin juga termasuk salah satu penyumbang piala itu, meskipun dia menjuarai perlombaan non-akademik dibidang suara dan masih banyak lagi murid lainnya.

Pagi ini, entah kenapa senyum Sherin merekah begitu memasuki gerbang sekolah. Seperti ada magnet penyemangat baginya. Saat memasuki kelasnya yakni X IPS 4, tiba-tiba seseorang membuat senyumannya pudar.

"Pagi Sherin cantik," celetuk Afrizal Bramantyo-teman sekelasnya yang sering kali mengganggunya.

"Jal! Jangan ganggu please, lagi seneng nih."

"Karena gue kan?" Sherin menyentil dahi Rizal cukup keras, membuat sang empunya meringis kesakitan.

"Jangan pede kamu! Minggir sana, aku mau lewat."

"Mau kemana sih? Mau Bang Rijal yang tampan ini temenin?" dia berkata seperti itu sambil menaik turunkan sebelah alisnya, membuat Sherin bergidik ngeri.

"Idih ogah." Setelah mengucapkan itu, Sherin beranjak menuju kelas seseorang yang membuat senyumannya merekah sejak pagi tadi.

Begitu sampai di depan kelas XI IPA 1, Sherin sempat berhenti, dia menatap sesuatu yang kini ada di genggamannya. Sebuah kotak bekal yang dia masak sendiri khusus untuk kakak kelasnya, yang kemarin mengantarkannya pulang.

"Semoga aja Kak Gibran mau nerima."

"Lo adek kelas ya?" tanya seorang cewek yang mendekatinya.

"Iya, Kak."

"Cari siapa?"

"Kak Gibran," ujarnya sambil menatap satu persatu orang yang ada di kelas.

"Oh cari Gib-"

"Ada keperluan apa Anda mencari saya," sergah seseorang yang baru saja masuk. Sudah bisa dipastikan itu Gibran, terlihat dari cara berbicaranya.

"Aku bawain Kak Gibran bekal nih, sebagai ucapan terimakasih aku kemarin, nanti dimakan ya pas istirahat, Kak. Oh ya ini masakan aku sendiri lho." Sherin menyerahkan kotak bekal itu pada Gibran.

Gibran lantas menerimanya, lalu duduk dibangkunya tanpa berucap sepatah katapun. Meski begitu, Sherin tampak senang karena Gibran tidak menolaknya. Namun, dugaannya salah besar, ketika melihat Gibran justru memberikan kotak bekal itu pada teman yang duduk di belakangnya. Saat ingin menghampirinya, bel masuk berbunyi membuatnya segera keluar dan berlari menuju kelasnya, dengan rasa kecewa.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," ucap Pak Hito-seorang guru fisika sekaligus wali kelas XI IPA 1 yang memasuki kelas.

"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh, Pak."

"Hari ini kita akan melanjutkan materi yang kemarin, sebelum itu saya meminta bantuan salah satu dari kalian untuk mengambil buku catatan saya yang terbawa oleh Bu Susi."

Gibran pun lantas berdiri, "Saya yang akan mengambilnya, Pak." Ketika Gibran ingin melangkah keluar, suara Pak Hito menghentikan langkahnya.

"Emang kamu tahu dimana Bu Susi sekarang mengajar?"

"Maaf, Pak. Saya lupa bertanya. Jadi, dimana Bu Susi mengajar?"

"Sepuluh IPS empat."

"Baik, Pak. Permisi."

Formal Boy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang