"Kalau kamu pilih mama, kamu usir dia! Mama nggak mau lihat wajahnya lagi di rumah ini, tapi kalau kamu pilih dia! Mama yang akan pergi dari sini!"
Perkataan itu terus saja terngiang di kepala Gibran. Dia tak habis pikir dengan mamanya tidak menyukai keberadaan Bella di rumah ini. Padahal menurutnya hadirnya Bella akan menambah suasana bahagia. Namun, ternyata hal itu justru membuat mamanya kini terbaring di brangkar rumah sakit.
Yeah, karena Gibran khawatir dengan mamanya yang tak kunjung sadar, dia memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Dan benar saja, hipertensi mamanya naik. Dokter mengatakan jika malam ini, mamanya harus menginap di rumah sakit.
Jujur, Gibran tak bisa memilih antara mamanya dengan Bella. Walau Bella hanyalah sebatas anak pembantu di rumahnya yang kini sudah tiada, dia sangat sayang layaknya adik kandung sendiri.
Ibarat jam yang membutuhkan menit, dan detik untuk terus bersama. Gibran pun sama, dia menginginkan untuk berada di posisi jam, dimana dia tak harus memilih antara dua orang yang penting dalam hidupnya.
Dengan langkah tegapnya, Gibran berjalan melewati koridor rumah sakit. Sebab sejak siang tadi, dia belum makan apapun. Perutnya sudah memberontak meminta untuk segera diisi. Di depan rumah sakit, ada penjual nasi goreng lantas menghampirinya.
Waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam, udara malam yang dingin mulai terasa. Apalagi Gibran hanya mengenakan kaos dan celana yang pendek, karena dia terburu-buru tak sempat mengambil jaket.
Usai mengisi perutnya, Gibran kembali menuju kamar mamanya dirawat. Akan, tetapi sebelum itu dia sempat melihat anak kecil laki-laki, seumuran Bella tengah berpelukan bersama kedua orang tuanya. Dengan tangan anak kecil itu mengusap perut ibunya yang membesar, dapat terlihat jelas raut wajah anak kecil tampak bahagia.
Seketika pikiran Gibran flashback beberapa tahun lalu. Saat dimana waktu itu, dia kehilangan calon adiknya, dan itu terjadi karena dirinya sendiri. Mama menyelamatkan dia yang hampir tertabrak motor, lalu jatuh tersungkur dengan pendarahan yang hebat. Padahal usia kandungannya sudah menginjak 7 bulan.
"Maafin Gibran, Mah," gumam Gibran pelan.
-----
Keesokan harinya, pagi-pagi buta Gibran kembali ke rumahnya untuk bersiap-siap ke sekolah. Dia senang mengetahui kabar mamanya yang sudah lebih baik dari semalam.
Tiba-tiba dia mendapat pesan dari seseorang.
Sherin Adkel ::
Halo, selamat pagi, Kak Gibran. (05.48)Gibran ::
Pagi (05.48)Sherin Adkel ::
Senangnya diriku chat langsung dibales, wkwkwkwk (05.49) ~ReadGibran kembali meletakkan handphone-nya. Dia mengira ada info penting, tetapi ternyata hanya adik kelas yang selalu mengganggunya.
Ting!
Sebuah pesan kembali Gibran dapatkan. Kali ini bukan dari Sherin melainkan Arinta.
Arinta Adkel ::
Pagi, Kak. (05.52)Gibran ::
Pagi, Arinta. (05.52)Arinta Adkel ::
Udah berangkat sekolah belum, Kak? (05.53)Gibran ::
Ini lagi siap-siap. (05.54)Arinta Adkel ::
Wah, maaf ya kalau gue ganggu (05.54)
Kalau gitu semangat, Kak. 😁 (05.55)
KAMU SEDANG MEMBACA
Formal Boy (END)
Teen FictionTentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah Sherina Aliesa Alexandra. Namun, hatinya justru berlabuh pada sahabat dekat Sherin. Selain percintaan, sebuah rahasia keluarga yang disembunyik...